JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan Pemerintah masih menunggu situasi terbaru untuk memastikan keanggotaan Indonesia dalam perjanjian dagang Kemitraan Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) seiring dengan keluarnya Amerika Serikat (AS).
"Kita lihat dulu TPP jalan atau enggak. Ada klausul yang mengatakan kalau TPP tidak dapat diimplementasikan kalau 80 atau 85 persen dari GDP (Gross Domestic Product) negara anggota tidak dapat meratifikasi," kata Retno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
(Baca: AS Keluar dari TPP, Jerman: Itu Peluang, Jangan Bersikap seperti Budak)
Apalagi, keberadaan AS memberi sumbangsih 60 persen dari total GDP peserta TPP. Dengan keluarnya AS maka 60 persen GDP peserta TPP otomatis berkurang.
Dengan demikian, maka persyaratan 80 persen itu juga tak bisa dipenuhi. Retno melanjutkan, untuk bisa melanjutkan keberlangsungan TPP, seluruh peserta TPP yang tersisa harus negosiasi ulang untuk mengubah persyaratan GDP sebesar 80 persen.
"Jadi sekarang, oleh karena itu penting bagi kita melihat dulu apa yang ada, bahwa ada keputusan dari Amerika untuk tidak meratifikasi TPP, kita lihat dulu ke depan seperti apa," lanjut Retno.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani surat perintah yang berisi keluarnya AS secara formal dari keanggotaan perjanjian perdagangan Kemitraan Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP).
Ini merupakan realisasi atas janji kampanye yang diserukan Trump tahun lalu.
Mengutip Reuters, Selasa (24/1/2017), penandatanganan tersebut dilakukan di ruang kerja Oval di Gedung Putih. Menurut Trump, keputusan yang diambilnya terkait TPP tersebut merupakan sebuah hal yang baik bagi para pekerja di AS.
(Baca: Donald Trump Ingin AS Keluar dari TPP, Ini Komentar Jokowi)
TPP merupakan kemitraan perdagangan yang beranggotakan 12 negara. Kemitraan ini diinisasi oleh presiden Barack Obama guna memperkuat kebijakan AS di kawasan Asia Pasifik.
TPP bertujuan untuk memotong batasan perdagangan di beberapa negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi terpesat.
Namun, TPP tidak melibatkan China dan dipandang tidak akan ada artinya tanpa AS.