Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi dan SBY, dari Hambalang hingga Grasi Antasari...

Kompas.com - 26/01/2017, 11:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gaya komunikasi Presiden Joko Widodo selalu menjadi buah bibir. Tidak lugas, tidak pula terang-terangan. Namun, gaya berkomunikasinya memiliki makna yang dalam melalui simbol-simbol yang ditunjukkan.

Seolah, mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu hendak menyinggung sesuatu ataupun menyindir seseorang. Beberapa peristiwa terekam di media saat Jokowi terkesan ingin "menyentil" Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

1. Kritik "dibalas" Hambalang

Pada 16 Maret 2016, di Pati, Jawa Tengah, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. SBY mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak menguras anggaran di sektor infrastruktur. Terlebih lagi, kondisi ekonomi Tanah Air sedang lesu.

"Saya mengerti bahwa kita butuh membangun infrastruktur. Dermaga, jalan, saya juga setuju. Tetapi, kalau pengeluaran sebanyak-banyaknya dari mana? Ya dari pajak sebanyak-banyaknya. Padahal, ekonomi sedang lesu," ujar SBY dalam rangkaian satu bulan penggalangan kekuatan politik bertajuk "Tour de Java".

Dua hari setelah itu, 18 Maret 2016, Presiden Jokowi tiba-tiba mendatangi proyek pembangunan pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

(Baca: SBY vs Jokowi, Pantun Kritik 'Dibalas' Hambalang...)

Proyek yang dibangun pada era SBY itu mangkrak sekaligus dibelit permasalahan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lima orang yang diduga terlibat korupsi proyek itu sudah dikenakan hukuman.

Jokowi mengaku sedih melihat kondisi proyek yang menelan anggaran negara Rp 2,7 triliun itu. Kesedihan Jokowi itu diungkapkan di akun Twitter-nya, @Jokowi.

"Sedih melihat aset Negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan," tulis Jokowi.

2. SBY kapan?

Akhir 2016, Presiden Jokowi melaksanakan silaturahim atau konsolidasi kebangsaan. Sejumlah tokoh, mulai dari unsur TNI, Polri, ulama, pimpinan organisasi masyarakat Islam dan agama lainnya, ketua partai politik, hingga mantan presiden, ditemui Jokowi.

Rasa-rasanya hampir semua kekuatan sosial dan politik di negeri ini ditemui Jokowi, kecuali seorang, SBY.

Spekulasi merebak tentang hubungan keduanya dipengaruhi oleh situasi politik nasional yang memanas akibat pilkada, terutama Pilkada DKI Jakarta. Maklum saja, orang dekat Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama, bertarung dengan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono.

Selain itu, perseteruan di arena Pilkada DKI juga banyak berpengaruh terhadap kemunculan isu intoleransi. Isu ini dinilai berbahaya bagi persatuan Indonesia. Oleh karena itu, Presiden berinisiatif sowan ke sejumlah kelompok, kecuali SBY. Wartawan pernah bertanya langsung ke Jokowi soal apakah dia juga akan bertemu SBY.

(Baca: Jokowi Sudah Bertemu Megawati dan Habibie, SBY Kapan?)

Lantas apa jawaban Jokowi?

"Ya nanti semuanya akan kita atur," kata Jokowi.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan, Presiden bisa menemui siapa saja, termasuk SBY. Jika SBY mengajukan permintaan audiensi, pihaknya akan menyampaikannya ke Jokowi untuk disetujui atau tidak.

"Begitu ada yang mengajukan permohonan, cepat langsung kami respons. Pakai surat atau pakai telepon ke saya juga bisa," ujar Pratikno.

Sampai saat ini, belum ada pernyataan yang lugas dan jelas mengapa Jokowi dan SBY belum bertemu.

3. Jokowi tertawai pemimpin yang suka curhat

Jumat, 20 Januari 2017, jagat media sosial dihebohkan dengan curhat SBY. Dalam tweet yang diunggah pukul 14.39 WIB itu, SBY seolah-olah curhat kepada Tuhan.

"Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru ditnah & penyebar "hoax' berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yang lemah menang? *SBY*," demikian tweet SBY.

Tiga hari kemudian, Jokowi menghadiri hari ulang tahun ke-70 Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di teater utama Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Pergelaran teater itu bertajuk "Tripikala: Tertawa Bersama Megawati Soekarnoputri". Dalam teater yang diperankan sejumlah seniman dan komedian papan atas, topik seorang pemimpin yang curhat di Twitter ditertawai habis-habisan oleh penonton yang hadir.

"Kalian kalau jadi pemimpin, jadi pemimpin yang tangguh, bukan pemimpin yang cengeng," kata paduka raja yang diperankan Butet Kertaradjasa.

(Baca: Antasari: Daripada "Cuit-cuit" Bilang Negara Kacau, Mending Pak SBY Bantu Buka Kasus Saya)

"Bukan kerjaannya curhat melulu. Ngeluh sama Tuhan kok di Twitter. Memang Tuhan follow situ?" lanjut dia.

Jokowi yang menonton dari awal sampai akhir mengaku habis energinya menertawai lawakan-lawakan satire dalam teater itu.

"Dari awal sampai akhir lucu semuanya. Sampai habis energi saya untuk tertawa," ujar Jokowi yang menonton penuh aksi teatrikal itu.

Jokowi mengaku, banyak pesan yang diperoleh dari sekitar dua jam penampilan itu.

"Yang menonton, mesti tahu pesan-pesan apa yang disampaikan di pertunjukan tadi. Baik yang berkaitan dengan pentingnya kesatuan, baik yang berkaitan dengan mengingatkan kembali bahwa kita ini beragam, majemuk, kebinekaan," ujar Jokowi.

"Juga (pesan tentang) tetap mendahulukan kepentingan negara, kepentingan rakyat di atas kepentingan yang lain-lain. Saya kira pesan itu sangat kuat sekali di dalam pertunjukan tadi," kata dia.

4. Grasi Antasari

Tepat pada hari ulang tahun Megawati itu, Presiden Jokowi juga meneken surat keputusan presiden tentang mengabulkan permohonan grasi terpidana kasus pembunuhan, Antasari Azhar.

Lantaran grasi Jokowi, Antasari yang merupakan mantan Ketua KPK era SBY itu dinyatakan bebas murni. Kebijakan Jokowi memberikan grasi ke Antasari juga dinilai menohok SBY.

(Baca: Jokowi Kabulkan Grasi Antasari Azhar)

Saat hari ulang tahun Megawati, Antasari Azhar juga turut hadir. Ia berkomentar, "Daripada beliau cuit-cuit di Twitter bilang negara ini kacau, wong enggak kacau kok. Kalau kacau, enggak ada yang bisa terlaksana, mending dia bantu buka kasus saya. Dia tahu kok. Pada era beliau terjadinya."

***
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai, Jokowi dan SBY merupakan tokoh politik papan atas Indonesia saat ini. Maka dari itu, tidak heran komunikasi kedua tokoh itu sering jadi sorotan. Terlebih lagi, rentang periode kekuasaan keduanya tidak terlampau jauh.

Setelah menjabat Presiden Indonesia selama 10 tahun, SBY kemudian digantikan Jokowi yang baru menjabat Presiden sekitar dua tahun. Namun, Hendri menegaskan bahwa pemerintahan sah saat ini adalah pemerintahan era Jokowi-Jusuf Kalla.

"Publik juga harus diberi tahu, ini masanya Pak Jokowi. Masa Pak SBY itu sudah berakhir. Seharusnya toleransi atau dukungan terhadap pemerintahan Jokowi lebih tinggi karena menyangkut pembangunan negeri ini," ujar dia kepada Kompas.com, Kamis (26/1/2017).

"Kalau dilihat-lihat kan sekarang ini enggak enak negara ini, seperti ada persaingan dua rezim. Ya jangan. Sekarang ini adalah pemerintahannya Pak Jokowi, sudah itu saja," kata dia.

Sebab, Hendri mengakui bahwa 10 tahun periode jabatan SBY masih menyisakan fans dan simpatisan hingga saat ini. Bukan tidak mungkin pasang surut hubungan Jokowi dengan SBY itu menimbulkan keretakan di masyarakat.

"Oleh sebab itu, saya sih maunya hubungan Jokowi dengan SBY bisa hangat kembali seperti awal-awal 2014 dulu, mesra," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com