DEPOK, KOMPAS.com — Tidak ada yang terlihat istimewa di Pondok Cina, Depok, Jawa Barat. Begitu pun menjelang Imlek atau perayaan Tahun Baru China yang dirayakan masyarakat keturunan Tionghoa.
Padahal, jika mendengar nama Pondok Cina, tampak wajar jika terbayang kemeriahan suasana pecinan, kawasan permukiman yang kaya dengan arsitektur berlanggam China atau lingkungan yang dipenuhi ornamen Imlek.
Pemandangan ini, misalnya, seperti yang umumnya terlihat di kawasan pecinan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat. (Baca: Petak Sembilan, Pecinan Jakarta yang Bersolek Menjelang Imlek...)
Rabu (25/1/2017) siang, suasana di Pondok Cina, tepatnya di Jalan Margonda, terlihat ramai seperti jalanan biasa, dengan lalu lalang berbagai kendaraan.
Adapun di kiri dan kanan jalan tampak ruko-ruko perkantoran saling berdempetan. Tak cuma kantor, kawasan tersebut juga ramai dengan kehadiran beragam tempat kuliner.
Tidak terlihat ornamen atau bangunan dengan langgam arsitektur China, yang dapat menggambarkan nama Pondok Cina.
Ornamen Imlek baru terlihat di dua mal yang ada di kawasan Pondok Cina, Margo City dan Depok Town Square.
Di Margo City, misalnya, lampion-lampion raksasa warna merah dan kuning tergantung tinggi di depan pintu masuk mal. Bambu-bambu tinggi berukuran besar menjadi tempat sandaran lampion itu.
Namun, tentu saja ornamen itu bersifat sementara, sebagai bagian dari kemeriahan mal menyambut libur Imlek.
Sejarah Pondok Cina
Jika melihat dari tinjauan toponimi atau sejarah nama tempatnya, Pondok Cina bisa dibilang telah kehilangan konteks sejarah budaya.
Sebab, nama Pondok Cina diambil karena wilayah ini pernah menjadi permukiman orang Tionghoa.
Berdasarkan skripsi arkeologi di Universitas Indonesia yang ditulis Rian Timadar, "Persebaran Data Arkeologi di Permukiman Depok Abad 17-19 M: sebagai Kajian Awal Rekonstruksi Sejarah Permukiman Depok" (2008), nama Pondok Cina sudah tertulis dalam laporan perjalanan Abraham van Riebeeck pada 1703, sebelum dia menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1709-1713).
Riebeeck saat itu menulis rute perjalanannya, yaitu "Batavia-Cililitan-Tanjung (Tanjung Barat)-Seringsing (Srengseng)-Pondok Cina-Pondok Pucung-Bojong Manggis-Kedung Halang-Parung Angsana".
Namun, cerita tentang Pondok Cina lebih tua ketimbang perjalanan Abraham van Rieebeck itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.