JAKARTA, KOMPAS.com - Fungsi partai politik melakukan kaderisasi hanya sebatas teori. Partai politik masih berpikir pragmatis daripada menjalankan fungsi kaderisasi tersebut. Padahal, kegagalan kaderisasi dan sikap pragmatis partai politik akan menghambat konsolidasi demokrasi.
Kegagalan kaderisasi oleh partai itu terlihat dari meningkatnya tren pasangan calon kepala/wakil kepala daerah tunggal di sejumlah pemilihan kepala daerah. Kemudian, indikasi kegagalan kaderisasi partai ini belakangan menguat setelah Partai Hanura memasukkan puluhan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai anggotanya.
Bahkan banyak di antara anggota DPD tersebut yang ditempatkan di struktur kepengurusan Partai Hanura.
Fenomena kegagalan kaderisasi oleh partai ini diperkirakan akan menguat mendekati Pemilu 2019. Sama seperti pemilu sebelumnya, partai diperkirakan akan kembali mengusung calon anggota legislatif bermodal kuat dan populer dari luar partai daripada kader sendiri. Ini karena sikap pragmatis partai untuk meraup suara banyak saat pemilu.
”Kaderisasi di partai memang tidak pernah berjalan. Kaderisasi itu hanya teori. Partai lebih berpikir pragmatis, memilih jalan pintas,” ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/1).
Padahal dengan mengabaikan fungsi kaderisasi, partai sama saja mempersulit proses konsolidasi demokrasi. Pasalnya dalam proses itu, dituntut politisi matang yang lebih memikirkan negara daripada kepentingan pragmatis kekuasaan.
”Untuk itu, partai diharapkan menjadi kawah candradimuka politisi melalui kaderisasi yang harusnya mereka lakukan. Jika peran itu tidak dijalankan, suatu saat bangsa akan kekeringan negarawan,” katanya.
Bukan hanya itu, sikap pragmatis yang menonjol dari partai juga membahayakan negeri. Ketika mereka nantinya menduduki posisi di eksekutif atau legislatif, pemikiran mereka akan cenderung pragmatis. Mereka semata mengejar kepentingan sesaat daripada kepentingan jangka panjang untuk rakyat dan bangsa.
Mendorong
Partai juga seharusnya sadar, dengan lebih mengutamakan orang luar partai yang populer atau bermodal kuat daripada kader yang telah lama berkarier di partai, akan membuat orang malas bergabung dengan partai politik.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan