JAKARTA, KOMPAS.com - Daftar inventaris masalah (DIM) dari semua fraksi di DPR terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu resmi diserahkan ke pemerintah, yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Penyerahan DIM tersebut secara tak langsung memperjelas sikap politik masing-masing fraksi dalam menyikapi isu krusial di Pemilu 2019 mendatang.
Masing-masing partai politik (parpol) tentu punya pandangan yang berbeda dalam menyikapi isu krusial.
Setidaknya ada tiga isu krusial yang memengaruhi strategi parpol dalam memenangkan pemilu, yakni ambang batas parlemen, ambang batas pencapresan, dan sistem pemilu.
Beberapa partai yang memiliki pandangan sama dalam menyikapi tiga isu tersebut dimungkinkan membentuk polarisasi untuk meloloskan usulan mereka.
Pada isu ambang batas parlemen, tercatat ada tiga kubu, yakni adanya parpol yang menghendaki angka maksimal berada di 3,5 persen, parpol yang ingin meningkatkan ke angka 5 persen hingga 7 persen, dan terakhir ada yang menginginkan peningkatan hingga 10 persen.
PPP, PKS, PAN, Gerindra, dan Hanura menginginkan agar ambang batas parlemen maksimal tetap pada angka 3,5 persen.
Sementara itu, PDI-P Demokrat, PKB, dan Nasdem menginginkan adanya peningkatan sebesar 5 hingga 7 persen. Adapun di klaster ketiga, yakni Golkar, mematok angka 10 persen.
Pada isu ambang batas pencapresan terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama ialah mereka yang menginginkan agar syarat ambang pencapresan dihapus, yakni Demokrat, PAN, Hanura, dan Gerindra.
Sedangkan PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, dan PKB mengusulkan agar ambang batas pencapresan tetap ada.
Adapun PPP menghendaki adanya peningkatan ambang batas pencapresan ke angka 25 persen perolehan kursi atau 30 persen perolehan suara sah nasional.
Sementara itu, PKB menginginkan besaran ambang batas pencapresan sama dengan ambang batas parlemen.
Sisanya, baik PDI-P, Golkar, Nasdem, dan PKS mengacu pada undang-undang saat ini, yakni 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Terakhir pada isu sistem pemilu legislatif. PKS, PPP, PKB, PAN, Hanura, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem menginginkan agar sistem pemilu tetap terbuka. Sedangkan PDI-P dan Golkar menginginkan sistem tertutup.
Menanggapi perbedaan itu, Tjahjo mengaku menghormati apapun usulan yang ditawarkan oleh setiap fraksi yang merupakan kepanjangan tangan partai politik di DPR.
"Dari parpol, kami yakin pasti beda-beda karena itu menyangkut strategi masing-masing. Tapi pada prinsipnya akan kami bahas bersama. Saya yakin akan ada kata mufakat," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Menurut Tjahjo, apa pun yang diusulkan oleh semua fraksi, yang terpenting mengarah pada perbaikan kualitas pemilu.
Beberapa indikator yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas pemilu, kata Tjahjo, yakni munculnya calon-calon anggota legislatif serta calon presiden dan wakil presiden yang berkualitas.
Kedua, maraknya politik uang yang selalu menjadi borok pemilu bisa diberantas semaksimal mungkin.
(Baca: Terima DIM RUU Pemilu, Mendagri Harapkan Pemilu yang Berkualitas)
Hal senada disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu, Lukman Edy. Meski usulan dari masing-masing fraksi berbeda-beda, nantinya pasti akan ada kompromi untuk mencapai kata mufakat.
Saat ditanya pertentangan antara partai kecil dan besar terkait ambang batas parlemen, ambang batas pencapresan, dan sistem pemilu, Lukman menjawab setiap perbedaan akan dicarikan titik temu.
"Kami di pimpinan Pansus pastinya akan jadi pihak yang memediasi di antara perbedaan yang ada, yang penting harus ada peningkatan kualitas pemilu," tutur dia.
Adapun Wakil Ketua Pansus Benny Kabur Harman menambahkan, yang terpenting dari semua usulan tersebut ialah, pemilu yang berkualitas mampu menghasilkan pemerintahan yang bekerja efektif dan menjamin keterwakilan masyarakat.
"Jika bisa menghasilkan presiden dan wakil presiden yang berkualitas serta keterwakilan rakyat terjamin melalui anggota DPR terpilih yang duduk di DPR maka undang-undang pemilu bisa dikatakan berkualitas," tutur Benny.