Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Delik Aduan, Polisi Bisa Langsung Usut Dugaan Penghinaan Bendera

Kompas.com - 20/01/2017, 09:28 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, penghinaan lambang negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 bukan merupakan delik aduan.

Dengan demikian, polisi bisa langsung melakukan penyelidikan dugaan penghinaan bendera Merah Putih yang dikibarkan saat demonstrasi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (16/1/2017) lalu.

"Itu bukan delik aduan. Polisi bisa sendiri, sekarang tengah mengusut itu," ujar Boy kepada Kompas.com, Jumat (20/1/2017).

Polisi tak perlu menunggu adanya laporan masyarakat terkait dugaan pidana itu. Laporan tipe A yang dibuat oleh polisi sendiri bisa diterbitkan.

Boy mengatakan, saat ini penyelidikan masih berlangsung, termasuk meminta keterangan sejumlah ahli.

"Nanti kalau sudah tertangkap, diumumkan," kata Boy.

Pernyataan senada diutarakan pakar hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Eddy O.S. Hiariej. Eddy mengatakan, penghinaan kepala negara ataupun lambang negara termasuk ke dalam kejahatan terhadap keamanan negara.

"Namanya kejahatan keamanan negara, bukan delik aduan. Artinya harus segera diproses bila ada dugaan terjadi suatu tindak pidana," ujar Eddy.

Eddy mendukung langkah Polri yang bergerak cepat menyelidiki dugaan pidana tersebut tanpa menunggu adanya laporan masyarakat.

(Baca: Kasus Penghinaan Bendera Merah Putih, Polisi Akan Libatkan Para Ahli)

Ia menilai, bendera Merah Putih dengan lambang tertentu yang dikibarkan dalam aksi demo tersebut memenuhi unsur pidana.

Meski begitu, tak dipungkiri bahwa bukan hanya kali ini bendera Merah Putih dibubuhi dengan simbol tertentu. Salah satu contoh, beredar di media sosial bahwa ada bendera Merah Putih dengan logo grup musik Metallica di tengahnya.

Eddy mengatakan, semestinya bendera serupa juga ditindak tegas. Namun, harus dibedakan konteksnya.

"Tapi konteksnya beda. Metallica bukan aksi demonstrasi yang kemudian merongrong negara," kata Eddy.

(Baca juga: Polisi Juga Selidiki Bendera Merah-Putih Berlambang Metallica)

Soal bendera Merah Putih sebagai lambang negara diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Dalam ayat (1) disebutkan bahwa Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar dua pertiga dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.

Diatur juga bahan bendera dan ukurannya sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian, lambang negara apa pun, termasuk bendera Merah Putih, tidak bisa dicoret-coret atau ditambahi gambar dan tulisan.

Terkait sanksi, dalam Pasal 68 disebutkan bagi setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara bisa dipidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Selain itu, dalam Pasal 69 disebutkan, bagi seseorang yang sengaja menggunakan lambang negara yang tak sesuai bentuk dan warnanya, membuat lambang untuk pihak tertentu yang menyerupai lambang negara, atau menyalahgunakan lambang negara akan dikenakan pidana penjara maksimal satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta.

Kompas TV Polisi Selidiki Penghinaan Bendera Merah Putih saat Demo FPI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com