JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, menyatakan penarikan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) oleh sekolah disebabkan adanya pergantian pengelolaan sekolah dari pemerintah kota dan kabupaten ke pemerintah provinsi.
Dia pun menampik bahwa sejak dulu pengelolaan sekolah di bawah pemerintah kota dan kabupaten berlangsung gratis. Sehingga ia menilai wajar adanya penarikan uang SPP di beberapa daerah.
"Sejak dulu kan emang enggak gratis SMA dan SMK. Kalaupun ada yang menggratiskan SPP, itu hanya di beberapa daerah," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
"Ya sama dengan makan, bayar, lalu gratis, ya seneng aja toh," ujarnya.
Ia menambahkan, nantinya pemerintah juga akan melihat kemampuan finasnsial seluruh provinsi. Sebab, tak semua provinsi sanggup menggaji guru sesuai dengan kebutuhan.
"Ini sedang kami bicarakaan baik-baik. Nanti kami lihat, kami juga enggak akan cuci tangan, meski domainnya bukan di kami, tapi daerah, bahkan Kementerian Dalam Negeri sebenarnya," ucap Muhadjir.
Sejumlah daerah mulai memberlakukan kebijakan baru yang memperbolehkan pihak sekolah untuk kembali menarik iuran SPP.
(Baca: Tak Lagi Gratis, Sekolah Diperkenankan Pungut SPP)
Namun, kebijakan ini hanya berlaku pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pemberlakuan kembali SPP ini merupakan dampak dari pengambilalihan pengelolaan SMA dan SMK.
Sebelumnya, pengelolaan SMA dan SMK menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota, kini diambil alih oleh pemerintah provinsi.
Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad meluruskan bahwa regulasi sekolah gratis alias terbebas dari pungutan SPP hanya diberlakukan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri.
Menurut Hamid, kebijakan bebas pungutan SPP untuk SD dan SMP berlaku secara nasional.
"Sementara kalau pembebasan SPP untuk SMA dan SMK itu kebijakan lokal," ujar Hamid saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/1/2017).