Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal "Hantu" Ruang Daring

Kompas.com - 19/01/2017, 10:34 WIB

Relasi antara informasi palsu dan keterpecahan politik juga bisa ditemui di Indonesia. Politisi Partai Demokrat yang juga pegiat media sosial, Roy Suryo, menuturkan, ada sumbangsih faktor keterbelahan masyarakat dalam penyebaran informasi hoax di dunia maya.

Hal ini berawal dari pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, berlanjut pada Pilpres 2014.

Menurut dia, ada keterbelahan masyarakat yang pro dan kontra terhadap rezim yang berkuasa. Tiap pihak juga memiliki "pasukan" pendukung di dunia maya.

"Apa pun yang kanan katakan diserang yang kiri. Itu masih terjadi sampai sekarang. Pemilu 2019 belum berlangsung, tetapi embrionya sudah muncul pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sebelum Pemilu 2019 bisa menjadi-jadi," kata Roy.

Mencari solusi

Lalu solusi apa yang bisa digunakan untuk keluar dari teror hantu hoax? Belajar dari pengalamandia sosial untuk menurunkan info AS, Pemerintah Federal Jerman sejak tahun lalu sudah mendorong penyedia platform mermasi bohong dalam waktu 24 jam.

Menjelang pemilihan umum federal pada 2017, Pemerintah Jerman bersikap lebih keras dengan membahas aturan untuk memberi denda pemilik platform yang tidak menurunkan informasi palsu dalam kurun waktu 24 jam.

Hal ini tidak terlepas dari kekhawatiran Pemerintah Jerman bahwa informasi palsu akan digunakan partai sayap kanan populis yang ultranasionalis untuk merebut suara.

Facebook merespons dengan komitmen untuk bekerja sama dengan organisasi di Jerman, Corrective, sebagai partner dalam pemeriksaan fakta guna menanggulangi informasi palsu (Reuters, 17/1).

Langkah tegas Jerman, kata Henri Subiakto, Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika yang juga menjadi pembicara Satu Meja, juga akan diikuti Pemerintah Indonesia.

Menurut Henri, pemerintah juga sudah mengirim surat kepada penyedia platform bisa bekerja sama untuk mengatasi informasi hoax itu.

"Jerman sudah mendorong denda hingga Rp 3 miliar kepada penyedia platform terkait informasi hoax. Jika Jerman sudah menerapkan, kami juga akan mencobanya. Ini upaya untuk menjalankan demokrasi baik sehingga harus dipisahkan dari yang hitam," kata Henri.

Hal itu tentu bukan satu-satunya cara menghentikan hoax. Selain pendekatan penindakan dengan mendenda pemilik platform agar mereka bertanggung jawab, lalu menindak orang atau laman daring yang memuat informasi palsu, juga ada dorongan pendidikan literasi.

Peneliti Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Ignatius Haryanto, menekankan pentingnya kemampuan individual untuk "menyaring sebelum sharing (membagikan)" konten daring.

Kesadaran ini, bagi Ignatius Haryanto, sangat penting demi masa depan demokrasi Indonesia. Pasalnya, informasi palsu merupakan "racun" bagi demokrasi. (Antony Lee)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com