Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyatakan, ada pola yang acap kali digunakan para kepala daerah dalam menjalankan kejahatan korupsi.
"Biasanya mereka menyebutnya paket (korupsi). Paket pertama untuk tahun pertama, diberikan hasilnya untuk tim sukses yang berjasa memenangkannya." kata Trimedya dalam rapat kerja Komisi III bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).
"Tahun kedua dan ketiga untuk diri sendiri. Tahun keempat dan kelima untuk biaya pencalonan periode selanjutnya," lanjut Trimedya.
(Baca: Begini Pola Korupsi Kepala Daerah Menurut Wakil Ketua Komisi III)
Ketua KPK, Agus Rahardjo tak menampik pernyataan politisi PDI-P itu.
"Apa yang disampaikan Pak Trimedya itu enggak salah. Itu seperti yang terjadi di Kebumen, tahun pertama memang diberi kesempatan bagi tim sukses," kata Agus.
Oleh karena itu, Agus berharap, DPR bisa turut serta menyelesaikan dua penyebab terjadinya korupsi di daerah tadi.
Pertama, kata Agus, perlu adanya perbaikan dalam penyelenggaraan pilkada agar biaya politik tidak besar sehingga para kepala daerah tidak terjebak dalam lingkaran setan korupsi untuk mengkorupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kedua, perlu adanya penataan ulang terkait keberadaan inspektorat di daerah sehingga tidak menjadi alat legalisasi bersihnya pengelolaan keuangan oleh kepala daerah.
Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengusulkan adanya revisi peraturan terkait leberadaan lembaga inspektorat di daerah.
“Selama ini kan mereka berada di bawah kendali kepala daerah yang semestinya mereka awasi. Harusnya secara struktur mereka bisa menjadi badan independen sehingga bisa secara maksimal mengawasi pengelolaan keuangan daerah,” kata Roy saat dihubungi, Rabu (18/1/2017) malam.