Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mister X" di TPU Pondok Ranggon, Sebatang Kara di Akhir Hayat

Kompas.com - 19/01/2017, 08:30 WIB
Sheila Respati

Penulis

KOMPAS.com – Tanpa derai air mata dan padatnya keluarga yang mengerumuni liang lahat adalah pemandangan yang umum terlihat dalam setiap proses pemakaman jenazah Mr. atau Mrs. X di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon.

Prosesi mereka menuju tempat peristirahatan terakhirnya hanya diikuti pekerja harian lepas yang bertugas mengebumikan. Maklum saja, tak ada yang tahu identitas Mr. dan Mrs. X itu, apalagi mengetahui siapa keluarganya.

“Biasanya kan jenazah dari panti sosial, atau rumah sakit semisal RS Cipto Mangunkusumo. Kalau dari rumah sakit biasanya ditunggu dulu beberapa hari ada atau tidak keluarga yang mengakui. Kalau tidak mereka hubungi Dinas Pertamanan dan Pemakaman untuk dikuburkan,” jelas Andi Jubaidi, petugas administrasi TPU Pondok Ranggon yang mengantar Kompas.com untuk melihat langsung area pemakaman jenazah tanpa identitas atau yang sering disebut dengan istilah tunawan oleh pihak TPU.

(Baca: Peristirahatan Terakhir "Mister X" di TPU Pondok Ranggon....)

Lokasi area pemakaman tunawan di TPU Pondok Ranggon letaknya jauh di belakang. Berbatasan langsung dengan sungai kecil yang membelah area pemakaman. Jika dibandingkan dengan area pemakaman umum di blok-blok depan yang tadi sempat dilalui sebelum menuju lokasi pemakaman mereka, situasi dan kondisinya jelas berbeda.

Makam umum di blok-blok lain hijau oleh rerumputan dan dipayungi pohon-pohon rindang. Beberapa makam masih bertabur bunga segar karena baru saja ditengok oleh keluarga. Di area makam para tunawan, sejauh mata memandang tidak ada satu pun pohon rindang.

Tidak ada juga rumput hijau yang rapi seperti karpet membungkus permukaan makam. Sisa bunga tabur atau karangan bunga? Jelas tidak ada. Bahkan di atas makam tunawan yang menurut Andi baru saja dikuburkan tadi pagi. Area tersebut terkesan tidak terawat.

Tak terawat

Hening dan kosong. Dua kata tersebut rasanya cocok untuk menggambarkan situasi di sudut TPU Pondok Ranggon, Kranggan, yang jadi area peristirahatan terakhir jenazah tak beridentitas ini.

Hanya terlihat gundukkan-gundukkan tanah merah tak beraturan di area pemakaman Mr dan Mrs X. Sebagai nisan, tertancap sebuah papan bertuliskan “tanpa nama”, “tidak dikenal”, atau “Mr X”, disertai dengan umur dan nomor registrasi jenazah.

Sebagian papan bertuliskan nama, yang bukan nama lengkap. Mungkin juga bukan nama yang diberikan oleh orang tua mereka saat lahir. Hanya panggilan akrab yang biasa disebut untuk memanggil semasa hidup. Ada juga makam yang hanya ditandai dengan sebatang bambu atau potongan kayu sembarang.

Berbaring di bawah gundukkan tanah tersebut, mereka yang bisa jadi adalah korban tragedi yang membuat fisiknya tidak lagi dikenali, tunawisma yang tidak punya sanak keluarga, penghuni panti sosial, napi atau residivis.

Bisa jadi juga jenazah yang ditemukan polisi di jalan dan tidak ada sanak keluarga yang mengakuinya.

Andi menjelaskan TPU Pondok Ranggon menyediakan lahan seluas 2 hektare lebih untuk pemakaman tunawan. Mereka dimakamkan dengan layak. Dimandikan, dikafani, dan diberi peti. Kemudian dimakamkan dengan prosesi yang benar.

Namun sayang, seusai dimakamkan perawatan makam mereka sangat minim.

“Untuk perawatan sangat minim. Nyaris tidak ada sepertinya anggaran khusus untuk itu. Tidak tahu kesalahannya di mana. Makanya kasihan,” ujar pria yang sudah bertugas di TPU Pondok Ranggon sejak tahun 2012 tersebut.

Liang satu meter dan nisan seadanya

Untuk berjaga-jaga, para PHL penggali kubur di TPU Pondok Ranggon biasanya menyediakan sepuluh liang lahat untuk memakamkan para tunawan. Ketika ada jenazah datang, liang sudah siap. Namun, ada yang berbeda dari liat kubur para tunawan ini.

“Hanya satu meter dalamnya. Kalau makam umum kan 1, 80 meter. Terus juga tidak ada rumput yang ditanam di atas makam. Jadi kalau hujan tanahnya longsor, karena tidak ada akar rumput yang menahan. Kalau air masuk suka bau jenazah di dalamnya. Harus kita rapihin lagi,” kata Imang Maulana yang sudah berprofesi sebagai penggali kubur di TPU Pondok Ranggon sejak 1999.

Nisan juga dibuat ala kadarnya. Ada yang memanfaatkan sisa kayu dari peti mati mereka, tongkat kayu yang ditemukan sembarang, atau bahkan sebongkah batu. Tulisan ditorehkan dengan menggunakan spidol. Diterpa hujan, panas, dan angin, lama kelamaan identitas makam mereka pun pudar. Potongan kayu yang jadi nisan, juga hancur.

“Sebab seringkali jenazah datang tidak disertai dengan papan nama (nisan). Kebanyakan malah yang dari panti sosial. Sederhana saja, supaya bisa dipasang. Kami di sini hanya bisa buat nisan seadanya. Kadang dari kayu sisa peti. Peti mereka juga nggak bagus-bagus amat kayunya. Namanya peti jatah,” kata Andi. 

Akibatnya ketika ternyata ada keluarga yang mencari jenazah, sesampainya di area pemakaman tunawan, sulit untuk diketahui yang mana makam anggota keluarga mereka tersebut. Nomor registrasi dan nama tunawan yang dimakamkan tercatat tetapi ketika mencari makamnya, tulisan pada nisan yang dapat menjadi petunjuk sudah pudar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com