JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Saimun, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan alasan kliennya tersebut tidak memenuhi dua kali pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, menurut Yusril, Samsu tidak datang karena tidak pernah menerima surat panggilan pertama dari KPK.
Surat panggilan kedua baru diterima Samsu melalui staf pemerintah Kabupaten Buton.
"Surat baru diterima sehari menjelang jadwal pemanggilan. Padahal, dalam penetapan tersangka, alamat Samsu ditulis dengan jelas," ujar Yusril, melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (13/1/2017).
Selain itu, menurut Yusril, saat ini Samsu sedang cuti di luar tanggungan negara.
Dengan demikian, surat panggilan seharusnya tidak dikirimkan ke alamat Kantor Bupati Buton.
(Baca: Bupati Buton Tak Pernah Datang, KPK Beri Batas Waktu hingga Besok)
Yusril mengatakan, KPK seharusnya mempertimbangkan jarak antara Pulau Buton di Sulawesi Tenggara dengan Kantor KPK di Jakarta.
Sesuai aturan hukum pidana, surat panggilan harus diterima tersangka minimal tiga hari sebelum jadwal pemeriksaan.
Menurut Yusril, sampai saat ini KPK belum pernah melayangkan surat panggilan ketiga kepada Samsu.
Oleh karena itu, ia menilai, tidak tepat jika KPK memberi batas waktu pemanggilan Samsu hingga hari ini.
"KPK harus memanggil kembali Samsu dengan cara yang patut sesuai arahan KUHAP, dan saya menjamin Samsu akan taat hukum," kata Yusril.
Samsu Umar telah dipanggil dua kali, namun selalu beralasan dan tidak memenuhi pemanggilan.
Saat pemanggilan pertama, Samsu Umar melalui pengacaranya beralasan bahwa surat pemanggilan KPK baru tiba sehari sebelum waktu pemanggilan.
Sementara, dalam pemanggilan kedua, Samsu melalui pengacaranya meminta agar dilakukan penjadwalan ulang, hingga selesai pilkada serentak pada Februari mendatang.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, permintaan tersebut ditolak oleh penyidik KPK. Penyidik memberi waktu bagi Samsu untuk hadir selambatnya hingga hari ini.
Penetapan Samsu Umar sebagai tersangka terkait dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2012.
Samsu Umar telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.
Samsu sebelumnya mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar untuk Akil. Ketika uang itu diberikan, sekitar 2012, Akil masih menjabat hakim konstitusi.
Menurut Samsu, pemberian uang Rp 1 miliar itu berkaitan dengan sengketa Pilkada Buton yang bergulir di MK.
"Saya transfer ke CV Ratu Samagat, Rp 1 miliar," kata Samsu saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait perkara di MK dengan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/3/2014).
Saat ini, Akil sedang menjalani masa hukuman penjara seumur hidup karena menerima suap sembilan sengketa Pikada di MK pada 2011.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.