JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz, menyatakan dalam Pemilu 2019 yang berlangsung serentak semestinya tak perlu ada ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
"Pemilu serentak itu tak butuh presidential threshold karena pemilu legislatifnya berbarengan, jadi biarkan saja semua partai diberi kesempatan mencalonkan presiden, toh tak semua partai juga akan mencalonkan presiden nantinya," kata August saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/7/2017).
Menurut August, dengan dihilangkannya presidential threshold tak serta merta akan memunculkan calon presiden dari seluruh partai peserta pemilu.
"Sekarang begini saja, orang kan pasti pikir pendanaan pencapresan yang besar. Apa iya semua partai sanggup untuk memodali. Karena itu pastinya akan tetap tercipta koalisi," tutur August.
(Baca: Ini Lima Opsi Ambang Batas Parlemen Pemilu 2019)
Selain itu, penghapusan presidential threshold dalam pemilu serentak juga memberi ruang bagi bakal calon presiden lain di luar dua nama besar saat ini, yaitu Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.
Hal itu, kata August, akan menghadirkan pemilu dengan calon presiden yang variatif sehingga masyarakat memiliki banyak opsi untuk dipilih.
Saat ditanya ihwal partai baru yang belum memiliki pengalaman namun berkesempatan mencalonkan presiden, August menilai wajar sebab semua partai belum memiliki hasil pemilu legislatif yang aktual di tahun 2019.
"Sehingga sebenarnya ini masalah psikologis beberapa partai saja yang belum siap dengan penghapusan presidential threshold," lanjut dia.
(Baca: Polemik RUU Pemilu dan Pragmatisme Partai Politik)
Pemilu 2019 yang berlangsung serentak antara pemilu presiden dan legislatif memang memunculkan polemik.
Salah satunya terkait pencalonan presiden yang biasanya menggunakan hasil pemilu legislatif yang dilaksanakan selang dua bulan sebelum pemilu presiden. Dengan keserentakan pemilu presiden dan legislatif pada pemilu 2019, maka presidential threshold menjadi dipertanyakan.