Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Prajurit TNI Direkrut Australia, Anggota DPR Dukung Panglima

Kompas.com - 06/01/2017, 18:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, segala indikasi ancaman keamanan negara harus direspons serius oleh pemerintah.

Pernyataan Hanafi merespons ucapan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang dikutip media Australia ABC, bahwa penghentian program pengiriman tentara Indonesia untuk berlatih di Australia adalah karena adanya kekhawatiran militer Australia akan "merekrut" tentara terbaik TNI untuk kepentingan Australia.

Meski hal itu telah dibantah Menteri Pertahanan Australia Marise Payne, namun kekhawatiran tersebut harus tetap diwaspadai.

"Yang paling penting segala macam indikasi ancaman berkenaan keamanan dan pertahanan nasional, sekecil apa pun, harus direspons serius. Lebih baik 'lebay' daripada kebobolan," ujar Hanafi melalui pesan singkat, Jumat (6/1/2017).

Menurut dia, pernyataan yang diucapkan Panglima terkait operasi intelijen negara lain terhadap TNI pasti memiliki dasar yang kuat. Selain itu, langkah yang diambil Panglima juga jelas sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Adapun mengenai kekhawatiran Panglima soal TNI yang mungkin "direkrut" militer Australia, Hanafi menyebutkan adanya kejadian serupa di negara lain.

"Dua tahun yang lalu, terkuak ada dua WNI permanent resident yang sudah bergabung dengan militer Singapura dan ikut latihan perang kita," tutur Politisi PAN itu.

"Fenomena semacam ini bisa jadi jamak tapi laten karena semua bekerja dalam ranah intelijen," kata dia.

Jika benar, Panglima diminta mengusut tuntas indikasi yang mengancam pertahanan negara tersebut dan melaporkan kepada Presiden Joko Widodo.

"Sebaiknya Panglima juga mempertanggungjawabkan hal ini ke Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata," kata Hanafi.

ABC sebelumnya memberitakan ada ketakutan bahwa militer Australia akan "merekrut" tentara terbaik TNI untuk kepentingan Australia.

Hal ini terungkap berdasarkan pidato Panglima TNI Gatot Nurmantyo pada November 2016 silam.

"Setiap ada program pelatihan, seperti beberapa waktu lalu, lima hingga 10 terbaik akan dikirim ke Australia. Itu terjadi sebelum saya jadi panglima, jadi itu tidak akan saya biarkan," ucap Gatot.

(Baca: Panglima TNI Diberitakan Takut Prajuritnya Direkrut Militer Australia)

Menurut ABC, Panglima TNI dianggap menggunakan "bahasa era Perang Dingin".

Saat itu merupakan fenomena umum untuk merekrut seorang tentara untuk "ditanam" menjadi sumber atau agen yang memengaruhi kebijakan demi kepentingan negara yang merekrut.

Namun, Menteri Pertahanan Australia Marise Payne membantah pernyataan bahwa Australia berusaha merekrut anggota militer Indonesia untuk menjadi "agen untuk mempengaruhi" di saat pemerintahan PM Malcolm Turnbull berusaha memperbaiki situasi, menyusul dihentikannya kerja sama mliter antara Indonesia dan Australia.

(Baca: Menhan Australia Bantah Rekrut Tentara Indonesia)

Kompas TV Panglima TNI: Australia Sebut Pancasila Jadi Pancagila
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com