JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat militer dan intelijen Universitas Indonesia, Mardigu WP menilai, langkah Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia, sudah tepat.
Ketegasan itu harus dilakukan sebagai bentuk protes terhadap negara tersebut.
“Saya setuju dengan tindakan Panglima, dari dulu kek,” kata Mardigu, saat dihubungi, Kamis (5/1/2017).
Menurut dia, bukan kali ini saja Australia menyinggung Indonesia.
“Yang harus diingat ciri-ciri negara asing mengganggu Indonesia dengan (mengangkat isu) HAM. Dalam militer, tentara kan semua tindakan atas nama nation right, sehingga melalui HAM kita diserang,” ujar dia.
Ia mengatakan, pemerintah tak perlu khawatir jika Australia berencana mengkaji pemberian sejumlah bantuan kepada Indonesia.
Mardigu berpendapat, justru Australia yang membutuhkan bantuan Indonesia.
“Selama ini Australia memberikan bantuan supaya teroris ada di Indonesia (saja), supaya imigran tetap tertahan di Indonesia. Supaya ground field-nya ada di Indonesia,” kata dia.
Sejak 2013 lalu, hubungan Indonesia dan Australia mengalami pasang surut.
Hal itu ketika badan mata-mata Australia menyadap telepon Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah Kabinet Indonesia Bersatu saat itu.
Masih tahun yang sama, seperti diberitakan BBC, kapal perang Australia masuk ke perairan Indonesia akhir 2013.
Dua tahun kemudian, aparat Australia dilaporkan membawa awak perahu pengangkut pengungsi untuk memutar balik ke prairan Indonesia.
Hubungan kembali memanas ketika dua terpidana narkoba asal Australia dieksekusi mati pada 2015.
Dari informasi yang ditelusuri Kompas, TNI mengirimkan surat kepada ADF pada 9 Desember 2016 tentang penghentian kegiatan kerja sama militer di antara kedua belah pihak.
Hal itu dipicu dengan pengalaman pelatih dari Kopassus yang mengajar di sekolah pasukan khusus Australia tersebut.
Saat mengajar, pelatih tersebut mengetahui adanya pelajaran yang isinya menjelek-jelekkan TNI di akademi tersebut.
Saat menghadap kepala sekolah di akademi tersebut untuk mengajukan keberatan, sang pelatih Kopassus tersebut menemukan tulisan lainnya yang isinya justru menghina Pancasila.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.