JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, belum sepenuhnya terbuka kepada penyidik.
"Siapa saja yang pesan, penyebaran lewat apa, apa pesanannya online atau ditaruh di toko. Ini sedang kami dalami karena tersangka Bambang ini belum mau terbuka betul," ujar Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Namun, kata Rikwanto, penyidik tidak dapat memaksakan agar tersangka lebih terbuka, apalagi dengan cara kekerasan.
Oleh karena itu, upaya persuasif terus dilakukan agar Bambang secara perlahan mau terbuka.
"Dengan bukti, keterangan pihak lain, semoga nanti bisa terungkap," kata Rikwanto.
Polisi juga akan mengembangkan penyidikan dengan mencari dalang di balik penyusunan buku Jokowi Undercover.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya meyakini ada pihak lain yang berkontribusi dalam pembuatan buku tersebut. Pasalnya, semua data yang dimuat dalam buku tak semuanya ada di media sosial, tapi juga dari sumber lain.
"Paling tidak ada yang kasih data, walau data itu tidak benar. Selama ini soalnya seolah hanya dia sendiri yang koleksi data," kata Rikwanto.
Buku Jokowi Undercover dijual bebas di dunia maya lewat akun Facebook pribadi Bambang dengan nama Bambang Tri. Namun, belum diketahui berapa eksemplar yang sudah terjual.
Bambang telah ditangkap dan saat ini mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya.
Bambang dianggap menyebar kebencian dan diskriminasi terhadap etnis dan ras tertentu dengan buku yang dia tulis.
Buku tersebut dianggap memuat informasi dengan data yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang Presiden Joko Widodo.
(Baca: Polisi Sebut Buku "Jokowi Undercover" Disusun Tanpa Akurasi Data)
Salah satu hal yang Bambang tulis dalam bukunya yakni menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.
Ia juga menyebut Desa Giriroto, Boyolali, merupakan basis Partai Komunis Indonesia terkuat se-Indonesia, padahal PKI telah dibubarkan sejak 1966.
Bambang menuliskannya seolah-olah hal tersebut nyata tanpa memiliki dokumen pendukung tulisannya itu. Padahal, tuduhan yang dimuat pada buku itu didasarkan atas sangkaan pribadi Bambang.
Tak hanya itu, Bambang juga dianggap menebarkan kebencian terhadap kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers.
Ia menyebut bahwa sosok Jokowi dan Jusuf Kalla muncul atas keberhasilan media massa dan melakukan kebohongan terhadap rakyat.
(Baca juga: Kapolri Ragukan Intelektualitas Penulis Buku "Jokowi Undercover")