JAKARTA, KOMPAS.com – Kurang maksimalnya kaderisasi partai politik untuk melahirkan calon kepala daerah yang baik, membuat praktik dinasti politik masih terjadi.
Ironisnya, kepala daerah yang berasal dari dinasti politik, cenderung memikirkan kekuasaan ketimbang kualitas pelayanan publik.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2017).
Titi menanggapi tertangkapnya Bupati Klaten, Sri Hartini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu. Mantan politisi PDI Perjuangan itu merupakan bagian dari dinasti politik.
“Dinasti politik di Indonesia sangat rentan korupsi karena ia hadir mengabaikan kaderisasi, kompetensi, kapasitas dan kemampuan mengelola atau memimpin kekuasaan,” ujarnya.
(Baca: Pengamat: Dinasti Politik Cenderung Korup)
Diakui Titi, biaya untuk kaderisasi tidak lah murah. Di sisi lain, pembiayaan parpol didominasi oleh para elit dan pemilik modal.
Di situ lah pintu masuk berkuasanya para kerabat elit dan pemilik mdal untuk mendapatkan akses saat rekruitmen jabatan publik.
Persoalan yang muncul, menurut dia, yaitu lemahnya keinginan untuk melayani masyarakat.
Pasalnya, kepala daerah yang lahir dari dinasti politik dipaksa hadir untuk sekadar melanggengkan kekuasaan yang ada.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.