JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial dinilai cukup beralasan untuk memeriksa kembali independensi hakim yang memimpin persidangan bagi terdakwa mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti.
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya memutuskan bahwa La Nyalla tidak terbukti bersalah.
"Kasus ini cukup kontroversial dan mendapat perhatian publik, sehingga pemeriksaan terhadap hal-hal yang dapat diduga memengaruhi hakim dalam memberikan putusan, beralasan untuk dilakukan," ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting kepada Kompas.com, Selasa (3/1/2017).
Menurut Miko, jika ditemukan dugaan pelanggaran etik atau perilaku hakim, KY sudah seharusnya melakukan pengusutan lebih jauh dan mendalam.
Misalnya, apakah hakim dalam memeriksa dan memutus, benar-benar bertindak profesional dan independen.
(Baca: Akui La Nyalla Keponakannya, Ketua MA Tegaskan Tak Intervensi Hakim)
Terlebih lagi, vonis bebas terhadap La Nyalla tidak diambil dengan suara bulat. Dua hakim menyatakan beda pendapat, dan meyakini bahwa La Nyalla wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merugikan keuangan negara.
Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu menyatakan bahwa KY akan mengevaluasi proses hukum terhadap La Nyalla.
Alasannya, menurut Farid, kasus La Nyalla telah lebih dari satu kali melalui praperadilan hingga sampai pada sidang pokok perkara di pengadilan tingkat pertama dan divonis bebas.
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap etik dan perilaku hakim dalam konteks untuk menjaga martabat dan keluhuran hakim. Menurut Miko, pemeriksaan etik yang dilakukan KY bukan untuk mencari-cari kesalahan hakim, tetapi untuk menjaga martabat hakim.
"Bahkan, hakim yang bersangkutan bisa saja meminta diperiksa oleh KY apabila ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku," kata Miko.
(Baca: Kajati Jatim Berharap Hakim Artidjo Tangani Kasus La Nyalla)
La Nyalla didakwa menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.
Jaksa menilai La Nyalla telah terbukti melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Atas tindakannya itu, La Nyalla dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan oleh Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Selain itu, Jaksa juga menuntut La Nyalla membayar uang pengganti Rp 1,1 miliar atau pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan.
Namun, suara terbanyak majelis hakim memutuskan untuk membebaskan La Nyalla karena dianggap tidak terbukti melakukan korupsi.