JAKARTA, KOMPAS.com — Puluhan warga negara asing terjaring dalam Operasi Pengawasan Orang Asing oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dalam rangka penertiban dan pengamanan malam Tahun Baru.
Target dari kegiatan yang dilaksanakan pada 31 Desember itu adalah tempat-tempat hiburan yang diduga memfasilitasi kegiatan orang asing yang dilakukan secara ilegal.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Orang Asing Direktorat Jenderal Imigrasi, Yurod Saleh, menuturkan, dalam operasi yang dilakukan di Jakarta, sebanyak 76 perempuan berkewarganegaraan China dengan usia 18 hingga 30 tahun telah diamankan.
"Melakukan kegiatan sebagai terapis pijat, pemandu lagu, serta pekerja seks komersial (PSK)," ujar Yurod dalam konferensi pers di lobi Kantor Ditjen Keimigrasian, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Minggu (1/1/2017).
Tarif yang dipatok untuk 76 perempuan tersebut Rp 2,8 juta hingga Rp 5 juta. Mereka terjaring dari tiga tempat hiburan di Jakarta.
Turut diamankan, barang bukti berupa 92 paspor kewarganegaraan China, kuitansi atau bukti pembayaran, uang sekitar Rp 15 juta, telepon genggam, tas, pakaian dalam, dan alat kontrasepsi. (Baca: Fadli Zon: Isu TKA China Perlu Perhatian Khusus Pemerintah)
Selain Ditjen Imigrasi, beberapa kantor imigrasi juga menggelar operasi serupa yang menjaring 49 WNA dari Italia, India, Perancis, Guinea, Australia, Hongkong, dan lainnya.
"Orang asing yang telah terjaring dalam Operasi Pengawasan Orang Asing berjumlah 125 jiwa," tutur Yurod.
Mereka diduga melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahum 2011 tentang Keimigrasian. Yurod menjelaskan, pasal yang dilanggar bervariasi, mulai dari overstay, tidak dapat menunjukkan paspor ketika diminta petugas (Pasal 116), hingga penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian (Pasal 122). (Baca: Diduga Sakit, WNA China Tewas Setelah Dipijat Terapis Lokal)
Saat ini, 76 WN asing tersebut masih dalam tahap pemeriksaan oleh penyidik imigrasi. Mereka akan dibawa ke rumah detensi untuk diberi pendalaman.
"Mereka dapat dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa membayar biaya beban atau benda, deportasi, dan penangkalan ataupun sanksi pidana dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," tuturnya.