JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Klaten Sri Hartini dan tujuh orang lainnya di Klaten, Jumat (30/12/2016).
Dari delapan orang yang ditangkap, KPK hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Sri dan Kasi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten bernama Suramlan.
Sebelum dibawa ke Jakarta, kedelapan orang itu sempat diperiksa di Polda Jawa Tengah.
"Setelah itu, KPK meningkatkan status ke penyidikan bersaman dengan penetapan tersangka sementara dua orang, yakni SHT sebagai penerima dan SUL sebagai pemberi," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (31/12/2016).
Sementara itu, enam orang lainnya dilepaskan seusai diperiksa selama 1 x 24 jam. Keenam orang itu terdiri dari tiga pegawai negeri sipil, yaitu Nina Puspitarini, Bambang Teguh, dan Slamet, dan tiga dari pihak swasta bernama Panca Wardhana, Sukarno, dan Sunarso.
Namun, Syarif tak menutup kemungkinan keenam orang itu terkait dengan kasus ini seiring pengembangan penyidikan.
"Yang lain sedang diminta keterangan lebih lanjut karena asal uang bukan dari satu orang," kata Syarif.
Penyuapan ini berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten. Penangkapan pertama dilakukan terhadap Sukarno sekitar pukul 10.00 WIB, kemudian dilanjutkan dengan penangkapan tujuh orang lainnya di rumah dinas Sri.
Dari rumah Sukarno, KPK menyita uang Rp 80 juta. Sementara itu, dari rumah dinas Sri, petugas menyita uang Rp 2 miliar, 5.700 dollar AS, dan 2.035 dollar Singapura yang dibungkus dalam kardus.
Atas perbuatannya, Sri dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Suramlan sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.