Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Vonis Sanusi Terlalu Rendah, ICW Sarankan Jaksa Banding

Kompas.com - 30/12/2016, 23:23 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan majelis hakim dalam kasus suap Raperda Reklamasi dengan terdakwa Mohammad Sanusi.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam putusannya menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Sanusi. Selain itu, sejumlah aset sanusi juga dirampas oleh negara.

ICW menilai, putusan tersebut cukup jauh dari tuntutan Jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah ia menjalani masa hukuman.

"Hakim udah mulai enggak peka dengan semangat pemberantasan korupsi. Jaksa KPK harus banding," ujar peneliti ICW Emerson Yuntho saat dihubungi, Jumat (30/12/2016).

(Baca: Pertimbangan Hakim Tak Cabut Hak Politik Sanusi)

ICW, kata Emerson, juga meminta agar KPK melakukan penelusuran lebih jauh guna menemukan keterlibatan auktor-auktor lain dalam kasus ini.

"Didakwaan kan menyebutkan auktor lain selain Sanusi yang terlibat pengaturan perda reklamasi ini. Baik Anggota DPRD dan juga pihak swasta," kata dia.

Emerson menilai, auktor utama dalam kasus ini juga belum ditemukan.

"Apakah pihak swasta yang ditangkap adalah auktor utamanya atau perantara saja? Aktor utamanya belum ketemu di sini," ujarnya.

 

Hak politik

Emerson juga menyoroti putusan hakim yang tak mengabulkan tuntutan pencabutan hak politik Sanusi. Menurut Emerson, vonis pencabutan hak politik bagi pejabat publik yang terlibat kasus korupsi seharusnya diterapkan. 

Jika hak politik tak dicabut, kata Emerson, pejabat tersebut bisa mengulangi perbuatannya ketika ia kembali duduk sebagai pejabat publik.

"Harusnya mereka yang berlatarbelakang pejabat publik atau partai politik, untuk membuat efek jera maka harus di cabut hak politiknya. Karena kalau enggak hukuman yang sedemikian ringan itu, dia (terdakwa) sangat mungkin mengulang kejahatan yang terjadi," kata dia.

(Baca: Pencabutan Hak Politik Sanusi Tak Dikabulkan Hakim, Ini Kata KPK)

Sebelumnya, majelis hakim memvonis Sanusi bersalah karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Sanusi juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Sanusi menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

(Baca: Sanusi Divonis Tujuh Tahun Penjara)

Suap tersebut terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di pantai utara Jakarta. Sanusi juga disebut terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar atau tepatnya Rp 45.287.833.773,00.

Jaksa mengatakan uang tersebut digunakan untuk pembelian tanah, bangunan, serta kendaraan bermotor.

Kompas TV Terdakwa Kasus Suap Reklamasi, Sanusi, Divonis 7 Tahun Penjara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com