JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan majelis hakim dalam kasus suap Raperda Reklamasi dengan terdakwa Mohammad Sanusi.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam putusannya menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Sanusi. Selain itu, sejumlah aset sanusi juga dirampas oleh negara.
ICW menilai, putusan tersebut cukup jauh dari tuntutan Jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah ia menjalani masa hukuman.
"Hakim udah mulai enggak peka dengan semangat pemberantasan korupsi. Jaksa KPK harus banding," ujar peneliti ICW Emerson Yuntho saat dihubungi, Jumat (30/12/2016).
(Baca: Pertimbangan Hakim Tak Cabut Hak Politik Sanusi)
ICW, kata Emerson, juga meminta agar KPK melakukan penelusuran lebih jauh guna menemukan keterlibatan auktor-auktor lain dalam kasus ini.
"Didakwaan kan menyebutkan auktor lain selain Sanusi yang terlibat pengaturan perda reklamasi ini. Baik Anggota DPRD dan juga pihak swasta," kata dia.
Emerson menilai, auktor utama dalam kasus ini juga belum ditemukan.
"Apakah pihak swasta yang ditangkap adalah auktor utamanya atau perantara saja? Aktor utamanya belum ketemu di sini," ujarnya.
Hak politik
Emerson juga menyoroti putusan hakim yang tak mengabulkan tuntutan pencabutan hak politik Sanusi. Menurut Emerson, vonis pencabutan hak politik bagi pejabat publik yang terlibat kasus korupsi seharusnya diterapkan.
Jika hak politik tak dicabut, kata Emerson, pejabat tersebut bisa mengulangi perbuatannya ketika ia kembali duduk sebagai pejabat publik.
"Harusnya mereka yang berlatarbelakang pejabat publik atau partai politik, untuk membuat efek jera maka harus di cabut hak politiknya. Karena kalau enggak hukuman yang sedemikian ringan itu, dia (terdakwa) sangat mungkin mengulang kejahatan yang terjadi," kata dia.
(Baca: Pencabutan Hak Politik Sanusi Tak Dikabulkan Hakim, Ini Kata KPK)
Sebelumnya, majelis hakim memvonis Sanusi bersalah karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sanusi juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Sanusi menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
(Baca: Sanusi Divonis Tujuh Tahun Penjara)
Suap tersebut terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di pantai utara Jakarta. Sanusi juga disebut terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar atau tepatnya Rp 45.287.833.773,00.
Jaksa mengatakan uang tersebut digunakan untuk pembelian tanah, bangunan, serta kendaraan bermotor.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.