Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertimbangan Hakim Tak Cabut Hak Politik Sanusi

Kompas.com - 29/12/2016, 22:23 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 250 juta rupiah, subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Vonis ini berdasarkan dua dakwaan berlapis, yakni pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang uncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hukuaman yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ingin Sanusi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.

(Baca: Sanusi Divonis Tujuh Tahun Penjara)

Selain itu, Sanusi juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah ia menjalani masa hukumannya.

Namun tuntutan itu tak dikabulkan hakim. Menurut Ketua Majelis Hakim Sumpeno, hak politik sudah diatur tersendiri dalam undang-undang. Hakim tidak sependapat jika hak politik disertakan dalam vonis kasus tersebut.

"Mengenai pencabutan hak politik, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum karena masalah politik telah diatur dalam undang-undang tersendiri dan masyarakat yang akan menentukan pilihannya," ujar Sumpeno dalam sidang putusan yang digelar Kamis (29/12/2016).

Selain itu, hal yang meringankan vonis, antara lain karena Sanusi mengakui perbuatannya dan mempunyai tanggungan keluarga.

Sedangkan hal yang memberatkan, karena Sanusi tidak mendukung program pemerintah dan jabatan Sanusi selaku anggota dewan.

Terkait dakwaan pertama, Sanusi dinilai terbukti menerima Rp 2,5 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman Trinanda Prihantoro.

Sedangkan dakwaan kedua, majelis hakim menilai, Sanusi terbukti secara sah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan jumlah nilai miliaran rupiah.

Adapun caranya, dengan pembelian sejumlah aset, baik berupa rumah, apartemen, serta mobil.

(Baca: Sanusi: Saya Serahkan Semua sama Tuhan)

Hakim anggota, Ugo menyampaikan, majelis menilai pembelian aset-aset tersebut tidak sesuai dengan kemampuan Sanusi sebagai anggota DPRD sekaligus pengusaha.

"Majelis tidak sependapat dengan pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyatakan terdakwa memiliki kekayaan dari keuntungan penjualan PT Citicon menjadi PT Bumiraya Properti karena tidak ada catatan berapa uang untuk korporasi dan berapa untuk terdakwa padahal pemilik saham bukan hanya terdakwa," ujar Ugo.

Sehingga, lanjut Ugo, patut diduga harta tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Namun demikian hanya sebagian harta kekayaan Sanusi yang akan dirampas negara.

Sebagian lainnya yang tak terbukti dari hasil kejahatan Sanusi, akan dikembalikan kepada masing-masing pihak yang terkait dengan kepemilikan harta Sanusi dan dijadikan sebagai barang bukti dalam kasus ini.

Kompas TV Tipikor Gelar Sidang Putusan Kasus Suap Raperda Reklamasi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com