JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir menilai, anggaran negara untuk membantu pendanaan riset di Indonesia masih rendah.
Hal itu tidak sebanding dengan keinginan untuk melakukan riset.
Nasir menyampaikan penilaiannya tersebut saat membuka Visiting World Class Professor di Kantor Kemenristekdikti, Senin (19/12/2016).
Wakil Presiden Jusuf Kalla turut hadir dalam pembukaan kegiatan tersebut. “Kalau kita lihat dalam pembiayaan Bapak (Wapres), ini yang sangat menyedihkan,” kata Nasir.
(Baca: Ganjar Tantang Perguruan Tinggi Hasilkan Riset yang Pro-Rakyat)
Ia mengaku, tidak meminta pemerintah menambah anggaran untuk pendanaan riset. Namun, setidaknya dapat mendorong swasta lebih berperan aktif dalam membantu mendanai riset tersebut.
“Karena seperti di negara lain, biaya riset 80 persen disuplai industri. Kami mohon arahan bapak, supaya link and matchnya sangat jelas, supaya hilirisasi bukan dilakukan berdasarkan common sense, tetapi kepada market driven atau demand driven,” ujarnya.
Lebih jauh, Nasir juga meminta agar para diaspora Indonesia berperan aktif dalam meningkatkan kualitas pendidikan dalam negeri.
Khususnya, para diaspora yang telah berhasil dalam mengembangkan kualitas pendidikan di negara lain.
(Baca: Dana Riset Jadi 0,2 Persen PDB, tetapi Cuma karena Perubahan Rumus Penghitungan)
Ia mengatakan, mulai tahun 2017, ada sejumlah universitas di Indonesia yang akan mendapatkan pendampingan dari para diaspora.
Ia berharap, ilmu yang telah diperoleh di luar negeri dapat diimplementasikan selama masa pendampingan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.