JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah, ditetapkan sebagai salah satu tersangka penyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi.
Menurut penyidik KPK, Fahmi saat ini sedang berada di luar negeri.
"Beberapa hari sebelum terjadi operasi tangkap tangan, yang bersangkutan sudah berada di luar negeri," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (16/12/2016).
(baca: Saat Tangkap Pejabat Bakamla, KPK Temukan Mata Uang Asing Senilai Rp 2 Miliar)
Menurut Febri, penyidik KPK berharap Fahmi dapat secepatnya kembali ke Indonesia dan bekerja sama untuk menyelesaikan proses hukum.
Menurut Febri, saat ini penyidik belum sampai pada kesimpulan untuk melakukan upaya paksa, maupun bekerja sama dengan Interpol untuk menangkap Fahmi.
Penyidik masih berfokus untuk memperdalam perkara yang baru ditangani.
(baca: Pejabat Bakamla Dijanjikan Komisi 7,5 Persen dari Proyek Rp 200 Miliar)
"Kalau yang bersangkutan bisa pulang dengan sendirinya, dengan jadwal yang sudah dibuat dengan sendirinya, tentu akan lebih efektif dan efisien," kata Febri.
Fahmi dan dua pegawainya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, diduga memberikan suap sebesar Rp 2 miliar kepada Eko Hadi Susilo yang merupakan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla.
(baca: Oknum Tentara Diduga Terlibat Korupsi, KPK Berkoordinasi dengan POM TNI)
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang Rp 2 miliar yang ditemukan petugas KPK diduga terkait pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla.
Anggaran proyek senilai Rp 200 miliar itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Dalam kasus ini, Eko Susilo merupakan pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla, yang diberikan kewenangan sebagai kuasa pengguna anggaran.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Eko Susilo, Adami Okta dan Hardy telah ditahanan untuk kepentingan penyidikan KPK.