JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan mengatur soal perzinaan di luar hubungan pernikahan yang sah.
Poin tersebut diatur pada draf RKUHP Pasal 484 ayat (1) huruf e.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalan perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.
Namun, masih ada perdebatan terkait poin tersebut sehingga pembahasan Pasal 484 ayat (1) huruf e ditunda.
"Pasal 484 ayat (1) huruf e yang belum setuju mengenai hubungan seks pranikah. Tiga fraksi minta dihapus, tujuh pertahankan," ujar Ketua Panja RKUHP Benny K Harman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Namun, pada Pasal 484 ayat (2) diperjelas bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan dari Pihak Tercemar.
Sementara itu, Anggota Panja RKUHP, Arsul Sani mengatakan, ketentuan pada pasal tersebut untuk mencegah adanya tindakan over-kriminalisasi.
Dengan demikian, diberlakukan delik aduan bukan delik biasa. Poin tersebut telah disepakati semua fraksi.
"Secara moralitas pasti mengatakan hubungan seks di luar nikah itu tercela. Tapi kan ada yang menganggap itu tidak harus dipidanakan," kata Arsul.
Sementara, mengenai Pihak Tercemar yang dimaksud, jelas Arsul, bisa saja pihak keluarga atau lingkungan masyarakat.
"Itu yang nanti akan kami sepakati," sambung Politisi PPP itu.
Arsul menjelaskan, pasal tersebut juga memerhatikan aspek sosiologis dan filosofis.
Ia mencontohkan, ada daerah dengan lokalisasi dan masyarakatnya menerima. Akan tetapi, di daerah lain ada yang tidak bisa menerima seks pranikah.
"Kalau enggak ada hukumnya mereka akan ada alasan untuk main hakim sendiri,", tutup Arsul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.