JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Para Syndicate, Agung Sulistyo menilai korupsi memiliki kaitan erat dengan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Korupsi dan HAM ini seperti kutub magnet, saling tarik menarik," ujar Agung dalam diskusi di Sekretariat Para Syndicate, Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Agung menuturkan, korupsi merupakan pelanggaran HAM karena tindakan tersebut merampas hak-hak masyarakat, baik sosial, ekonomi, dan budaya.
Pasalnya, kemampuan negara untuk memberikan hak itu menjadi berkurang karena dikorupsi.
"Korupsi adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM. Itu pengurangan kapasitas negara dalam memenuhi hak warga negaranya," tutur Agung.
Untuk itu, kata Agung, pemerintah harus mampu memberikan sanksi tegas terhadap koruptor.
Saat ini, Agung melihat pemerintah belum bisa menindak pelaku korupsi secara maksimal. Menurut Agung, perilaku korupsi cukup masif dan tak ada efek jera.
Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, per 1 Desember 2016, terdapat 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri dan kepala lembaga, empat duta besar, tujuh komisioner. Lalu, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I hingga III, serta 14 hakim yang telah ditetapkan sebagai terpidana korupsi.
"Konsekuensi dari itu seharusnya hukum diciptakan lebih tegas kepada koruptor. Ini yang belum dilaksanakan pemerintah," kata Agung.
Selain itu, tambah Agung, pemerintah juga harus bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa korupsi dapat merugikan masyarakat. Sebab, hak-hak mereka terampas karena kejahatan tersebut.
"Membangun arus utama korupsi sebagai pelanggaran HAM bisa dilakukan dengan pendekatan menumbuhkan kesadaran bahwa korupsi ini merugikan masyarakat karena dilakukan secara sistemik dan masif," ucap Agung.