JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan memberantas korupsi nampaknya masih menjadi pekerjaan rumah Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk pada 2001, banyak korupsi besar berhasil diungkap.
Kasus tersebut melibatkan jajaran birokrasi, kepala daerah, anggota parlemen hingga lembaga yudikatif.
Sosiolog Max Regus mengatakan, tidak dipungkiri saat ini terjadi fenomena organisasi kejahatan politik.
Menurut dia, lembaga politik yang ada saat ini ikut berperan dalam melegitimasi praktik korupsi. Terbukti dengan banyaknya pejabat yang tersangkut kasus korupsi.
"Dengan demikian, kekuasaan politik koheren dengan korupsi. Dalam titik ini demokrasi dan kekuasaan melembagakan korupsi," ujar Max dalam sebuah diskusi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) bertajuk 'Korupsi dan Kekuasaan' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2016).
Pada kesempatan yang sama pengamat hukum Petrus Selestinus mengatakan, korupsi yang terjadi umumnya dilakukan oleh pejabat yang berasal dari kader partai politik.
Namun sayangnya partai politik tidak melihat ini sebagai satu gejala yang harus segera diatasi. Pemberantasan korupsi terkesan hanya dilakukan oleh KPK, sementara partai politik tidak melakukan penindakan terhadap para kadernya yang terlibat kasus korupsi.
Dalam titik ini, kata Petrus, komitmen partai politik terkait pemberantasan korupsi patut dipertanyakan.
"Korupsi dilakukan oleh pejabat yang berasal dari kader partai. Tapi parpol tidak melakukan penindakan, tidak membantu pemerintah memberantas korupsi. Artinya komitmen parpol harus dipertanyakan," ungkap Petrus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.