Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Penganut Kepercayaan "Curhat" ke MK karena Sulit Mengubur Jenazah

Kompas.com - 07/12/2016, 09:21 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Bagi penghayat kepercayaan, kolom agama pada kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) merupakan satu hal penting untuk dibahas secara mendalam.

Sebab, kolom agama pada KK dan KTP ini kerap kali mengakibatkan mereka mengalami diskriminasi.

Anggota Presidium Majelis Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia, Engkus Ruswana, mengungkapkan bahwa diskriminasi masih terjadi terhadap penganut kepercayan. 

Cerita mengenai penganut kepercayaan yang tidak bisa bekerja di pemerintahan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan sudah bukan hal yang aneh untuk mereka dengar.

Bahkan, untuk memakamkan jenazah pun mereka mengalami kesulitan lantaran adanya penolakan warga.

Engkus menceritakan peristiwa yang ia alami sekitar tahun 2001 silam. Saat itu, ibunya yang sedang sakit berpesan kepada dirinya agar ketika meninggal dunia bisa dimakamkan di kampung halamannya, di Desa Panjalu, Ciamis, Jawa Barat.

Ketika ibunya meninggal, Engkus menghubungi keluarganya yang tinggal di Desa Panjalu untuk mempersiapkan pemakaman. Jenazah kemudian diberangkatkan ke sana.

Namun, setibanya di Desa Panjalu, iring-iringan kendaraan yang mengantar jenazah ibunya itu dihentikan warga setempat. Para warga keberatan jika penganut kepercayan dimakamkan di Desa Panjalu.

"Mobil jenazah distop, enggak boleh dimakamkan di sana. Karena ini (ibunya) kan bukan Muslim. ‘Ini orang kepercayaan, enggak punya agama', kata mereka," ujar Engkus di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Kedatangan Engkus ke MK guna memberikan keterangan sebagai pihak terkait dalam uji materi mengenai aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP bagi penganut kepercayaan.

Engkus melanjutkan ceritanya, setelah iring-iringan kendaraan jenazah ibunya dihentikan oleh warga Desa Panjalu, terjadilah perundingan yang cukup panjang.

Singkat cerita, jenazah ibunya itu dibolehkan untuk dimakamkan di sana. Namun, dengan ketentuan harus dishalatkan terlebih dahulu.

"Ya sudah, daripada enggak jelas (pemakamannya). Saya bilang, 'Silakan dishalatkan'. Terus dibawa dahulu ke masjid. Setelah selesai (dishalatkan) baru bisa dimakamkan," kata Engkus.

Bagi Engkus, uji materi terkait kolom agama pada KK dan KTP yang diajukan oleh Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim menjadi hal yang penting.

Sebab, peraturan dikosongkannya kolom agama atau hanya berupa tanda “-“ (strip) menyebabkan terlanggarnya hak-hak dasar para penganut kepercayaan.

(Baca juga: Tjahjo pernah Dicurhati Penganut Kepercayaan yang Ingin Urus Kematian Saja Sulit)

Menurut Engkus, pengosongan atau tanda strip pada kolom agama di KTP atau KK menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Bahkan tak jarang, disamakan dengan tidak beragama. 

Dari situlah kemudian penganut kepercayaan menjadi sulit mengakses dan mendapatkan hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas kesehatan, hak atas jaminan sosial, serta pelayanan publik.

Maka dari itu, pihaknya mengajukan diri menjadi pihak terkait karena uji materi ini juga akan berdampak pada dirinya dan semua penganut kepercayaan yang ada di Indonesia.

Menurut dia, kata "kepercayaan" tetap dicantumkan dalam kolom agama pada KK dan KTP. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa keberadaan penganut kepercayaan diakui oleh negara.

"Lebih baik zaman Orba (Orde Baru), kolom agama/kepercayaan,  dan itu tidak mengundang diskriminasi seperti sekarang ini," kata Engkus seusai persidangan.

Permohonan uji materi

Nggay Mehang Tana dan kawan-kawan yang juga merupakan penganut kepercayaan mengajukan uji materi terhadap Pasal 61 ayat 1  dan ayat 2, serta Pasal 64 ayat 1 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan).

Adapun Pasal 61 ayat 1 berbunyi, "KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua."

Sedangkan Pasal 61 ayat 2 berbunyi, "Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan."

(Baca juga: Ini Komentar Menteri Agama soal Rencana Pengosongan Kolom Agama bagi Penganut Kepercayaan)

Kemudian, Pasal 64 ayat 1 berbunyi, "KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el."

Pasal 64 ayat 5 berbunyi, "Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan."

Dalam permohonannya, Nggay dan kawan-kawan meminta Majelis Hakim MK menyatakan Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh karena itu, pasal yang diuji tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai (conditionally constitutional) frasa "agama termasuk juga penghayat kepercayaan dan agama apa pun". Dengan kata lain, kolom agama pada KK dan KTP dihapuskan.

Alasan pemohon, pasal-pasal yang diuji itu tidak mengatur secara jelas dan logis sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan melanggar hak-hak dasar yang dimiliki warga negara.

Adapun uji materi yang diajukan Nggay dan kawan-kawan ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.

Kompas TV Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak sejak Dini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com