JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Imparsial Al Araf tak setuju dengan usulan definisi terorisme yang disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Gatot mendefinisikannya sebagai kejahatan terhadap negara.
Menurut dia, jika definisi terorisme diubah demikian, maka pendekatan penanganan yang dilakukan akan berbeda.
“Jangan. Karena terorisme adalah crime, maka ruangannya adalah tindak pidana. Dia bukan sebuah kejahatan terhadap pidana,” kata Araf dalam seminar nasional 'Preventive Justice dalam Antisipasi Perkembangan Ancaman Terorisme', di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Selama ini, kata Araf, terorisme merupakan sebuah bentuk tindak kejahatan pidana.
Oleh sebab itu, jika ada kasus terorisme yang mencuat, aparat kepolisian turun untuk menanganinya.
Kebijakan seperti ini juga berlaku di banyak negara di mana teroris didefinisikan sebagai trans national organization crime.
"Jadi kita harus mengacu pada rezim hukum internasional yang menyatakan terorisme adalah kejahatan. Sehingga dia tetap diletakkan pada tindak pidana, bukan ancaman keamanan negara,” ujarnya.
Akan tetapi, bukan berarti TNI tidak dapat terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme.
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas telah mengatur pelibatan TNI di dalam pemberantasan terorisme sebagai bagian dari operasi militer selain perang.
Ia mengatakan, ketika eskalasi ancaman terorisme di Tanah Air meningkat, sehingga membahayakan wilayah teritorial Indonesia, maka TNI dapat diterjunkan untuk memusnahkannya.
Namun, sebelum kondisi itu terjadi, penanggulangan kasus terorisme tetap menjadi tugas kepolisian.
“Militer hanya bisa terlibat jika ada realitas ancaman terorisme yang mengancam kedaulatan negara, dan itu atas keputusan politik negara,” kata Araf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.