Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Kisah 127 Payung di Depan Istana Merdeka

Kompas.com - 03/12/2016, 07:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Ada kelegaan setelah pertemuan itu meskipun keteguhan tidak luntur hanya karena janji. Terbukti, keteguhan itu yang menyelamatkan. Hingga kini, juga setelah Presiden SBY diganti, aksi "Kamisan" tetap dilakukan.

Semula, Sumarsih menaruh harapan dengan pergantian pemerintahan. Terlebih lagi, tersebut janji pemerintahan baru untuk penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu. Dua tahun lebih Presiden Jokowi berkuasa, janji itu tidak terlihat perwujudannya.

Untuk aksi "Kamisan" yang dengan teguh terus digelar, Sumarsih dan para korban telah tiga kali mengirimkan surat permintaan audiensi kepada Presiden Jokowi. 

Sumarsih menyebut, pemerintah Presiden Jokowi memang tidak diam. Untuk tuntutan para korban ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut B Pandjaitan pernah menerima. 

Terkait audiensi yang disampaikan sebanyak tiga kali, ada juga tanggapan untuk bertemu Sekretaris Negara. Namun, Sumarsih dan para korban menolak. Juga tawaran bertemu kembali dengan Menko Polhukam yang saat ini sudah berganti. 

Sumarsih dan para korban pelanggaran HAM masa lalu hanya hendak bertemu Presiden Jokowi untuk menagih janji yang disampaikannya dalam Nawacita terkait pelanggaran HAM masa lalu.

Sumarsih mencatat, janji itu makin tahun makin dilupakan. Jika pada tahun 2014 dan 2015 janji itu masih disebut akan diwujudkan dalam pidato kenegaraan, tahun 2016 janji itu tidak lagi disebut.

Karena itu, pertemuan dengan Presiden Jokowi pertama-tama akan dipakai untuk kesempatan menanyakan komitmen akan janji ini. 

Untuk upaya tak kenal lelah penuh keteguhan ini, Sumarsih dan para korban pelanggaran HAM masa lalu (Semanggi II, Semanggi I, Kerusuhan Mei 1998, Talangsari, dan Tanjung Priok) menatap deretan payung hitam yang mereka pakai sebagai simbol aksi.

Sumarsih dan para korban tidak ingat sudah berapa ratus payung hitam yang mereka pakai. Namun, saat ini masih ada 127 payung hitam. Saat payung tinggal 27 buah, ada sumbangan 100 payung hitam berukuran besar dari akitivis 1998.

Jika Presiden Jokowi memerlukan suntikan keteguhan mewujudkan janji menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, Sumarsih dan para korban pasti bersedia meminjamkan payung hitam.

Soal kapan waktu yang tepat, Presiden Jokowi yang sibuk dengan "kerja, kerja, kerja" tinggal meluangkan.

Sumarsih dan para korban selalu ada di depan Istana Merdeka. Setiap Kamis petang mereka datang dengan keteguhan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com