Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Upaya Makar dari Kelompok Teroris yang Menunggangi Aksi Demonstrasi

Kompas.com - 01/12/2016, 07:59 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian beberapa kali menyebutkan, ada kelompok yang menunggangi demonstrasi yang menuntut proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama yang dituduh melakukan penistaan agama.

Aksi itu, menurut Polri, telah ditunggangi oleh sekelompok orang yang akan melakukan upaya makar.

Polri akhirnya menangkap sembilan orang yang diduga kuat sebagai penunggang demo 4 November.

Ternyata, kesembilan orang itu merupakan anggota kelompok teroris pimpinan Abu Nusaibah.

Kelompok tersebut diketahui berbaiat pada Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, kesembilan orang itu tujuan utamanya untuk membentuk negara baru berlandaskan Islam di Suriah.

(Baca: Presiden Diminta Evaluasi Kapolri akibat Munculkan Isu Makar)

Mereka juga merekrut sejumlah orang untuk dibawa ke sana.

"Mereka ingin memanfaatkan kerusuhan yang terjadi sekaligus agar misi mereka segera diwujudkan," ujar Boy di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (30/11/2015).

Boy mengatakan, kelompok yang terafiliasi dengan ISIS sesungguhnya punya hasrat dari sisi  politik.

Mereka memiliki keinginan kuat untuk membentuk negara Islam.

Salah satu sasaran mereka adalah Gedung DPR yang dianggap sebagai simbol demokrasi.

Jika Gedung DPR berhasil diduduk, kata Boy, akan muncul yang disebut upaya makar.

Bahkan, kelompok tersebut berencana mengibarkan bendera ISIS di Gedung DPR.

"Ada motif politik membentuk daulah islamiyah, ada motif politik untuk menduduki DPR, orang banyak mengambil momen dengan menduduki secara ilegal," kata Boy.

(Baca: Polri Incar Penyandang Dana Kelompok Teroris Pengincar Mabes Polri dan Gedung DPR)

Upaya makar dilarang dalam sistem perundang-undangan.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 107 ayat 1 KUHP yang berbunyi "Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun".

Menurut Boy, modus operandi makar tak hanya dengan mengkudeta pemerintahan yang sah, namun kini berkembang seiring masuknya kelompok teroris dengan agenda membentuk negara Islam di Suriah.

Incar Gedung DPR dan Istana Negara

Polisi menekankan bahwa kelompok ini mempersiapkan aksi mereka secara terencana.

Sembilan tersangka yang terdiri dari Saulihun alias Abu Musaibah, Alwandi alias Aseng, Reno Suharsono, Dimas Adi Syahputra, Wahyu Widada, Ibnu Aji Maulana, Fuad alias Abu Ibrohim, Zubair, dan Agus Setiawan, itu membagi tim untuk menyusup massa demo 4 November.

Ketika aksi unjuk rasa tersebut berujung ricuh, mereka berpencar ke arah Istana Negara, Gedung DPR, dan Penjaringan.

Di tempat-tempat tersebut massa berkumpul dan dijaga oleh aparat.

Salah tujuannya berhadapan langsung dengan aparat keamanan.

(Baca: Membaca Gelagat Makar?)

Mereka memanfaatkan bentrok massa dengan petugas untuk menciptakan kekacauan.

"Mereka melihat momennya seperti apa, ending rusuh yang sempat terjadi sesaat itu akan bergulir atau terhenti," kata Boy.

Bahkan, ada upaya untuk merebut senjata petugas keamanan.

Mereka mencari kelengahan aparat keamanan untuk merebut senjata api.

Namun, target mereka meleset karena petugas keamanan tak dilengkapi persenjataan apapun.

Boy mengatakan, meski kelompok mereka kecil, namun tak bisa dipandang remeh.

Mereka mencoba mengembangkan pengaruh dunia luar agar semakin besar

"Kami tidak ingin masuk ke skenario yang mereka buat dan mereka kembangkan dari situasi yang ada," kata Boy.

Kelompok teroris tak relevan dengan makar

Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menganggap, terlalu jauh mengaitkan kelompok teroris dengan upaya makar.

Menurut dia, yang terjadi pada aksi 4 November lalu itu terlalu besar dikendalikan oleh mereka untuk mewujudkan misi mereka, membentuk negara Islam.

"Mereka tidak punya agenda politik sebesar itu untuk mendompleng Jokowi. Jumlahnya sedikit dan tidak ada plan," ujar Harits.

Menurut Harits, sembilan orang tersebut hanya ikut-ikutan dalam kericuhan yang terjadi.

Aksi itu dinilainya cair sehingga bisa dimasuki kelompok manapun, termasuk kelompok teroris.

Namun, mereka dianggap tak punya tujuan ke arah makar.

Justru banyak aktor politik yang berpotensi membuat makar, yang justru tak dijangkau polisi.

"Tapi apakah kelompok jihadis punya keinginann revolusi? Iya, itupun dengan syarat jika situasi betul-betul chaos. Itu doktrin yang ada dalam benak mereka dan menjadi behavior dalam gerakan mereka," kata Harits.

Namun, Harits optimistis demo 2 Desember mendatang tak lagi disusupi kelompok teroris dan akan berjalan damai.

Format aksi tersebut yakni gelar sajadah, berdoa bersama, berdzikir, hingga shalat Jumat.

Tak ada agenda untuk berunjuk rasa yang menimbulkan potensi ricuh.

"Orang yang punya hasrat tidak positif akan mundur dengan sendirinya. Mereka tidak mungkin membuat keruh dan mengarahkan arus besar dengan makar ini," kata dia.

Kompas TV Soal Isu Makar, Jokowi: Itu untuk Mengingatkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com