DEPOK, KOMPAS.com - Kepala Bidang Investigasi Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri Faisal Tayeb mengaku kesulitan mencegah penyebaran radikalisme yang terjadi di dunia siber.
Internet saat ini menjadi ladang empuk penyebaran radikalisme yang dapat dikonsumsi siapa pun.
"Kami sadari ada hal yang masih lemah dalam penanggulangan ini. Kami sudah kalah di dunia siber," kata Faisal dalam paparannya pada sebuah simposium di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (30/11/2016).
Menurut Faisal, jika Indonesia menggunakan seluruh sumber daya untuk menghalau penyebaran radikalisme, hal itu tetap tidak dapat dibendung.
Menurut dia, kontra-narasi harus dilakukan bersama oleh negara-negara lain.
"Beberapa waktu lalu saya sampaikan kepada rekan counter part dari negara lain bahwa kontra naratif harus diintervensi bersama-sama, bukan hanya oleh negara Islam," ucap Faisal.
Dalam kesempatan itu, Faisal juga menyebutkan adanya potensi masalah baru dari bila warga negara Indonesia pulang dari Suriah.
WNI yang dijuluki foreign terrorist fighter (FTF) itu diperkirakan akan kembali pulang ke Indonesia setelah bergabung dengan kelompok ISIS.
"Kalau mereka balik jadi masalah besar. Apakah mereka membawa operasi ke sini, kami tidak tahu. Mari kita tunggu. FTF ini sayangnya juga belum ada aturan yang jelas," ujar Faisal.
(Baca juga: Densus 88 Harap Revisi UU Pemberantasan Terorisme Segera Selesai)
Faisal mengatakan, sebanyak 500 orang FTF telah berhasil pergi dari Indonesia. Saat itu, Densus berupaya mencegah, namun hanya 1 persen yang terjaring.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.