Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi Masa Jabatan Hakim MK Dinilai Penuh Konflik Kepentingan

Kompas.com - 28/11/2016, 21:03 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai permohonan uji materi terkait perpanjangan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi tidak relevan.

Pernyataan ini menanggapi uji materi yang diajukan oleh  Hakim Binsar Gultom dan Lilik Mulyadi dengan nomor perkara 53/PUU-XIV/2016 dan uji materi nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).

Dalam permohonannya, Binsar dan Lilik meminta agar masa jabatan hakim MK disamakan dengan hakim MA, yakni hingga berusia 70 tahun.

Sedangkan CSS UI, meminta jabatan hakim MK tidak dibatasi dengan periodisasi, yang kemudian dapat ditafsirkan bahwa jabatan hakim MK adalah seumur hidup.

Menurut Fadli, perpanjangan masa jabatan hakim MK seperti yang diminta pemohon akan memunculkan banyak konsekuensi.

Misalnya, konflik kepentingan bagi hakim-hakim itu sendiri yang justru dapat menggangu independensinya sebagai penegak hukum.

Maka dari itu, Menurut Fadli, pembatasan masa jabatan bagi hakim MK justru perlu dilakukan guna mencegah munculnya kekacauan sistem.

"Masa jabatan itu kan sebetulnya memang untuk memberikan keteraturan pada masa jabatan pejabat tinggi negara," ujar Fadli di gedung MK, Jakarta, Senin (28/11/2016).

"Makanya kemudian, hal umum yang berlaku itu tidak ada jabatan tanpa pembatasan. Tanpa pembatasan akan menimbulkan kecenderungan korup di kemudian," kata dia.

Menurut Fadli, permohonan itu menimbulkan keresahan di internal hakim MK itu sendiri, karena ada asas umum di dunia hukum yang menyebutkan bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili persoalan atas dirinya sendiri.

Dalam bahasa latin disebut "nemo judex in causa sua".

"Kondisi sekarang itu kan terjadi di mana MK memutus perkara dengan kepentingan, bahkan bukan kepentingan institusi, tapi kepentingan personal hakim yang sedang menjabat," kata dia.

(Baca juga: Usulan Masa Jabatan Seumur Hidup Hakim MK Dinilai Berbahaya)

Fadli menambahkan, oleh karena alasan keberatan inilah dirinya bersama Veri Junaidi menjadi kuasa hukum dari Nursjahbani Katjasungkana, dan Dadang Trisasongko untuk menjadi pihak terkait dalam uji materi ini.

Nursjahbani dan Dadang merupakan Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang merasa dirugikan jika majelis hakim MK menerima permohonan para pemohon.

Adapun alasan kedudukan hukum mereka mengajukan diri menjadi pihak terkait dalam uji materi ini lantaran keduanya banyak bekerja dalam bidang pembaruan hukum, perlindungan hak asasi manusia.

Selain itu, Nursjahbani dan Dadang dikenal melakukan berbagai upaya mendorong membangun peradilan yang bersih, mandiri dan akuntabel.

"Jika permohonan ini potensial diputus, maka akan membuat perjuangan mereka selama ini sia-sia,” kata Fadli.

Kompas TV DPR Ingin Masa Jabatan Hakim Dibatasi- Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com