Menurut Pahala Nainggolan, deputi pencegahan KPK, kajian yang dilakukan KPK mengenai pendanaan partai politik ini melewati proses yang panjang, dimulai dari pengumpulan dan pemanggilan beberapa ahli, Focus Group Discussion (FGD), lalu melakukan diskusi dengan DPD dan DPC Partai Politik di daerah-daerah.
Selain itu KPK juga melakukan wawancara kepada jaksa KPK, terpidana kasus korupsi, terdakwa kasus korupsi dan juga melakukan diskusi dengan stakeholder inti seperti Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Pendanaan Partai oleh Negara
Landasan hukum pemberian bantuan keuangan kepada partai politik yakni melalui Undang-Undang nomor 2 Tahun 2008 yang diatur dalam UU 2/2011 tentang Partai Politik.
Terdapat tiga sumber keuangan partai pollitik yakni (1) iuran anggota; (2) sumbangan perseorangan dan badan usaha; serta (3) bantuan keuangan negara.
Apabila kita melihat sistem pendanaan partai politik di beberapa negara lain, bantuan keuangan oleh negara kepada partai politik di Indonesia tergolong sangat rendah. Turki mengalokasikan APBN nya sebesar 0,04% kepada partai politik, yang besarnya mencapai Rp 2,1 Triliun. Sedangkan di Indonesia bantuan dana kepada partai politik oleh negara hanya Rp 13,2 Miliar.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik merumuskan bahwa bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBN/APBD diberikan secara proporsional dengan menghitung jumlah kursi di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 212 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik yang Mendapatkan Kursi di DPR Hasil Pemilu 2009 sekarang ini, ditetapkan bahwa setiap partai politik mendapatkan bantuan negara sebesar Rp 108,- untuk setiap suara.
Sebagai perbandingan, pada tahun 1999-2004 bantuan negara kepada partai politik adalah sebesar Rp 1.000 per suara, kemudian pada tahun 2004-2009 bantuan negara menjadi sebesar Rp 21 Juta per kursi di DPR.
Formulasi pendanaan parpol oleh negara telah berulang kali berubah, dan untuk 2014-2019 temuan kajian KPK menyimpulkan perlunya kenaikan bantuan pendanaan dari negara secara signifikan.
KPK sepakat bahwa negara harus meningkatkan bantuan keuangan untuk pendanaan partai di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Sistem politik demokrasi yang kuat memerlukan partai politik yang tidak saja fungsional dan demokratis, baik secara internal maupun eksternal, tetapi juga terlembaga dan kompetitif.
Partai politik harus memiliki competitive advantage. Bagaimana bisa suatu partai politik dapat bersaing apabila seluruh elemen di dalamnya masih berpikir mengenai bagaimana mendapatkan dana untuk menjalani roda partai, di sisi lain partai politik dituntut untuk melakukan tugas konstitusional yang cukup banyak dan berbiaya mahal.
"Oleh sebab itu, KPK mengusulkan porsi ideal bantuan negara kepada partai politik sebesar 50% dari kebutuhan parpol tersebut dengan kenaikan bertahap selama 10 tahun secara proporsional, tentu dengan memperhatikan hasil evaluasi atas kepatuhan parpol melaksanakan setiap persyaratan dan ketentuan," KPK berpendapat.
Alokasi bantuan keuangan tersebut yaitu sebesar 25% untuk kesekretariatan (fixed cost) dan 75% (prioritas) untuk pendidikan politik, rekrutmen, kaderisasi, dan pembenahan tata kelola partai politik (variable cost).