JAKARTA, KOMPAS.com - Krisna Murti, pengacara Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno, mengatakan, kliennya tidak pernah meminta apapun kepada pengusaha.
Urusan kliennya dengan Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair itu untuk meluruskan kekeliruan perhitungan pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar yang dilakukan petugas Ditjen Pajak.
"Tata caranya yang salah dalam pemeriksaan. Itu loh," ujar Krisna, di Kantor KPK, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Namun, Krisna mengaku belum bertanya lebih jauh kepada kliennya perihal kesalahan perhitungan yang dimaksud.
Kesalahan perhitungan pajak itu di antaranya terkait adanya biaya ekspor impor yang dibebankan kepada PT E.K Prima Ekspor Indonesia.
Kliennya, kata Krisna, membantu Rajamohanan bukan untuk menghilangkan beban pajak.
"Misalkan, dia kan ekspor impor pertanian, (biaya) ini kan harusnya enggak ada. Itulah yang buat Mohan (Rajesh) keberatan. Kenapa tahu-tahu ditetapkan Rp 52 miliar plus denda, jadi Rp 78 miliar. Padahal, ini kan harusnya diprosedurnya nol. Kesalahan dari pajaknya, kesalahan dari mekanismenya menurut Pak Handang, makanya Pak Handang bantu," kata Krisna.
Atas adanya kekeliruan perhitungan itu, kata Krisna, kemudian Rajesh meminta tolong kepada kliennya.
Bahkan, menawarkan kliennya itu mendapat upah sepuluh persen dari nilai pajak yang dikenakan sebesar Rp 78 miliar.
Namun, kliennya itu tidak pernah membahas sama sekali mengenai uang tersebut.
Menurut Krisna, hal itu bisa dibuktikan dengan bukti penyadapan oleh penyidik.
"Tidak ada (disebutkan) Pak Handang menyebutkan di sini harus dikasih sekian, minta sekian, enggak ada," kata dia.
"Berapapun jumlahnya Pak Handang enggak pernah sebut bahwa Pak Handang bilang, 'Hari ini ya lu mesti kasih gua Rp 2 miliar, Rp 3 miliar', tidak pernah ada," lanjut Krisna.
Krisna mengatakan, karena persoalan ini bukan kewenangan Handang, maka ia menghubungi berbagai pihak di Ditjen Pajak.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin (21/11/2016) malam.
Handang ditangkap bersama Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair ketika melakukan transaksi suap di Springhill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar.
Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Dalam OTT, KPK mengamankan uang sejumlah 148.500 dollar AS atau setara Rp 1,9 miliar.
Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
Status Rajamohannan dan Handang saat ini telah ditingkatkan menjadi tersangka.
Rajamohanan sebagai penyuap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang dijerat Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.