JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie angkat bicara soal wacana pencalonan kembali Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Aburizal berharap seorang pimpinan partai tidak rangkap jabatan agar bisa fokus dalam mencapai tujuan. Dia menyebut bahwa jabatan ketua DPR dan ketua umum partai merupakan dua jabatan strategis yang membutuhkan perhatian penuh.
"Saya sampaikan bahwa ini adalah dua institusi penting, DPR dan ketua partai. Dua jabatan yang membutuhkan perhatian yang sangat penuh," kata Aburizal saat ditemui di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2016).
"Kalau misalnya yang satu didahulukan, misal mendahulukan DPR, maka Partai Golkar tentu akan dirugikan karena waktunya tidak cukup nanti," ujar dia.
Hal senada juga dikatakan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung. Akbar mengatakan, dia dan Aburizal telah sepakat bahwa seorang pemimpin partai diharapkan bisa fokus dalam melaksanakan tugasnya.
"Kami sepakat bahwa dalam mengemban tugas terkait dengan posisi seseorang, memang sebaiknya seseorang itu betul-betuk fokus dalam melaksanakan tugasnya," ujar Akbar.
(Baca juga: Ingin Novanto Jadi Ketua DPR Lagi, Golkar Seharusnya Pertimbangkan Aspek Etik)
Akbar menuturkan, saat ini banyak kader partai yang berharap citra Golkar semakin baik di mata masyarakat dan mampu meningkatkan jumlah suara saat Pemilu 2019.
"Harapannya dalam pemilu 2019 mendatang juga suaranya akan meningkat dari pemilu sebelumnya. Oleh karena itu kami sepakat sebaiknya fokus. Seperti yang dikatakan tadi dua posisi itu kan penting dan strategis. Harus memilih salah satu," kata Akbar.
(Baca juga: Politisi Golkar Dapat Info Pergantian Ketua DPR atas Petunjuk Jokowi)
Partai Golkar kembali mewacanakan akan mengembalikan kursi Ketua DPR RI kepada Setya Novanto. Keputusan tersebut telah diputuskan pada rapat pleno DPP Partai Golkar.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.