JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak sampai dua pekan setelah unjuk rasa 4 November, Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka penistaan agama.
Putusan Polri itu menindaklanjuti tuntutan massa pendemo unjuk rasa 4 November yang ingin Ahok diproses hukum.
Namun, meski mantan Bupati Timur itu sudah berstatus tersangka, massa masih saja merongrong polisi untuk segera menahan Ahok.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian lantas mempertanyakan motif orang-orang yang mendesak penahanan itu.
Padahal, tuntutan utama saat berdemo 4 November ialah melanjutkan proses hukum yang tengah bergulir.
(Baca: Kapolri: Saya Yakin Kalau Bukan Momen Pilkada, Masalahnya Tak Sebesar Ini)
"Kalau ada tekanan untuk penahanan, justru kita pertanyakan ada apa di balik itu. Pasti tidak lepas dari faktor politik," ujar Tito dalam program Rosi di Kompas TV, Senin (21/11/2016) malam.
Tito menegaskan bahwa tak perlu ada lagi desakan ke polisi soal Ahok. Mengenai penahanan, penyidik menganggap belum ada urgensi melakukannya terhadap Ahok.
Menurut dia, penahanan dilakukan dengan syarat obyektif dan subyektif. Syarat tersebut antara lain ada upaya melarikan diri, menghilangkan bukti, dan mengulangi perbuatan yang sama.
"Alat buktinya (untuk penahanan) harus telak dan mutlak," kata Tito.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.