Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia, Malaysia, dan Filipina Dinilai Gagap Hadapi Abu Sayyaf

Kompas.com - 21/11/2016, 10:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina dinilai gagap dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf.

Penilaian tersebut terkait penculikan dan penyanderaan anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia di perairan perbatasan ketiga negara tersebut yang terus terjadi.

"Ini menunjukkan bahwa tiga negara sekaligus gagap dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf," ujar peneliti Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, melalui pesan singkat, Senin (21/11/2016).

(Baca: Abu Sayyaf Dapat Uang Tebusan Rp 95 Miliar dari Penculikan)

Fahmi yakin, berulangnya aksi penyanderaan itu bukan karena kuatnya kelompok Abu Sayyaf.

Menurut Fahmi, mereka hanya memanfaatkan kelemahan "bolongnya" kekuatan Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam hal pengamanan perairan masing-masing.

Pengelolaan keamanan laut, baik domestik maupun secara kawasan, masih menghadapi persoalan dan tantangan klasik.

Di sisi domestik, misalnya, pengelolaan keamanan laut belum menunjukkan pembenahan yang signifikan, khususnya setelah kasus penyanderaan WNI mulai ramai terjadi.

(Baca: Hilang di Perairan Sabah, 2 Warga Majene Diduga Diculik Abu Sayyaf)

Pemerintah Indonesia memiliki Badan Keamanan Laut atau Bakamla. Namun, dalam praktiknya, lembaga ini masih "tumpul".

"Selain karena payung hukum yang belum cukup kuat, ada juga keterbatasan sarana prasarana pendukung yang menyebabkan Bakamla bergantung pada TNI AL," ujar Fahmi.

"Persoalan klasik lain dalam penegakan keamanan laut adalah praktik kolusi dan korupsi, misalnya suap dan pungutan liar. Ini mengakibatkan terjadinya perlakuan tak setara dalam perlindungan kapal-kapal yang berlayar di perairan rawan," lanjut dia.

Kurangnya disiplin personel di lapangan serta kepatuhan operator armada laut juga diyakini bentuk "bolongnya" pengamanan laut.

Tingkat awareness berkurang dan pada akhirnya kemampuan penegakan keamanan menurun signifikan.

Sementara itu, pada level pengamanan kawasan, sinergitas tiga negara berkepentingan berbentuk patroli bersama juga dinilai baru sebatas gagasan.

"Di atas kertas, sinergi dalam bentuk pertukaran informasi dan patroli bersama serta penegakan hukum yang kuat di masing-masing negara adalah solusi masuk akal. Namun, tanpa dibarengi upaya serius menghilangkan praktik buruk, hal itu menjadi sekadar bentuk tindakan reaktif belaka yang tidak berkelanjutan dan pada akhirnya tidak efektif," ujar Fahmi.

Negara-negara itu, lanjut Fahmi, tampaknya tidak sepenuhnya sadar bahwa mengatasi gangguan keamanan laut tidak cukup hanya dengan melakukan tindakan reaktif atau sosialisasi jalur-jalur rawan.

Tanpa pembenahan internal yang komprehensif, mereka diyakini tidak akan menemukan solusi.

"Hilangkan ego menghadapi musuh bersama. Kedaulatan dan kewibawaan diuji. Bukan hanya Indonesia, melainkan juga Malaysia dan Filipina karena faktanya penculikan sering terjadi di perairan tetangga," ujar Fahmi.

Catatan Kompas.com, hingga pertengahan November 2016 ini, masih ada 7 ABK WNI yang disandera.

Lima ABK telah dipastikan disandera kelompok Abu Sayyaf. Sementara itu, dua ABK lainnya belum diketahui siapa penculiknya.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah mengetahui lokasi 2 ABK WNI itu. Mereka terpantau berada di Kepulauan Sulu, Filipina Selatan.

Kompas TV Pemerintah Terus Upayakan Pembebasan 2 WNI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com