JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyidik kekurangan alat bukti untuk mengembangkan kasus dugaan suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Hal itu yang membuat KPK kesulitan untuk membongkar keterlibatan pelaku lain dalam kasus tersebut.
"Awalnya, kami berharap kasus itu bisa berkembang, tetapi ternyata dari fakta-fakta persidangan, gelar perkara dengan penyidik dan penuntut umum, ternyata ya seperti itu," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat ditemui di Kuningan, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
Alex membantah jika dikatakan bahwa KPK mendapat intervensi dalam menangani kasus suap raperda reklamasi.
Menurut Alex, proses hukum berjalan seperti pada umumnya, tanpa adanya tekanan.
"Kami harus fair juga dong, bahwa memang tidak cukup alat bukti untuk membawa seseorang itu ke persidangan, atau untuk dilakukan penyidikan," kata Alex.
(Baca juga: Taufik Sebut Pemprov DKI Selundupkan 13 Pasal dalam Raperda Reklamasi)
Sebelumnya, KPK menilai kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M Sanusi, sebagai korupsi yang tergolong skala besar.
Dalam kasus tersebut, pihak swasta berupaya memengaruhi kebijakan penyelenggara negara yang berdampak besar pada publik.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, kasus ini dikategorikan sebagai "grand corruption".
Dalam persidangan terhadap Sanusi, sejumlah pihak, baik perusahaan pengembang dan pimpinan DPRD DKI Jakarta, diduga terlibat dalam suap terkait pembahasan raperda.
Beberapa di antaranya adalah Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, dan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.
Namun, hingga saat ini KPK belum menetapkan tersangka elain Sanusi dan penyuapnya, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
(Baca juga: Ariesman Bantah Bicarakan Raperda Reklamasi dengan Sanusi di Rumah Aguan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.