JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni HMI Mahfud MD menyarankan agar gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama digelar secara tertutup.
Saran itu disampaikan Mahfud kepada Presiden Joko Widodo saat ia bersama 16 pimpinan organisasi Islam diundang ke Istana Merdeka, Rabu (9/11/2016).
Awalnya, kata Mahfud, Presiden menyampaikan kepada pimpinan ormas bahwa gelar perkara akan dilakukan terbuka demi transparansi.
Namun, Mahfud, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menegaskan, gelar perkara secara terbuka melanggar hukum karena tidak diatur dalam undang-undang.
"Kami tidak setuju juga dengan usulan itu. Bisa bermasalah ke bawah nanti," kata Mahfud.
Pada kesempatan yang sama, hal serupa disampaikan Ketua Syarikat Islam, yang juga mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva.
"Saya berharap itu dilakukan secara terbatas, tidak secara terbuka. Karena bisa menimbulkan masalah yang tanggapan rakyat di bawah bisa beda," ujar Hamdan.
(Baca: Adrianus Usulkan Polri Ganti Sebutan "Gelar Perkara" jika Dilakukan secara Terbuka)
Ia menyarankan, jika ingin transparansi, maka gelar perkara bisa dilakukan secara terbuka terbatas.
Gelar perkara hanya akan dihadiri oleh sejumlah pihak yang menjadi pemangku kepentingan, bukan disiarkan terbuka untuk publik. Presiden pun menerima saran itu.
"Presiden dengan baik mengatakan, 'Loh saya katakan terbuka saja agar masyarakat melihat tidak ada yang ditutupi. Tapi kalau menurut aturan tidak boleh dan menimbulkan problem, tidak usah'," kata Mahfud, menirukan ucapan Presiden.
Kritik soal gelar perkara kasus Ahok yang akan dilakukan terbuka sebelumnya juga disampaikan sejumlah anggota Komisi III DPR.
Sementara, Polri sendiri beranggapan gelar perkara terbuka tidak melanggar hukum.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agus Rianto menyatakan, gelar perkara perlu dilakukan secara terbuka karena masyarakat menaruh atensi besar dalam kasus yang dituduhkan kepada Ahok.
Selain itu, Agus mengatakan, dalam kasus ini ada sinyalemen Polri dianggap tak independen.
Oleh karena itu, Polri hendak melakukan gelar perkara secara terbuka untuk membuktikannya.
"Dalam prinsip penegakan hukum tak ada yang kami langgar, ini taktik dan teknik upaya kami tunjukan kalau Polri itu transparan dan tak ada keberpihakan," kata Agus, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).