JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala menilai, gelar perkara terbuka yang akan dilakukan Kepolisian RI dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama berpotensi mala-administrasi.
Adrianus mengatakan, potensi mala-administrasi muncul karena gelar perkara tak pernah dilakukan dalam proses penyelidikan.
Gelar perkara seharusnya dilakukan pada tahap penyidikan setelah indikasi pidana dari tindakan seseorang diketahui.
"Ini masih lidik (penyelidikan), tidak ada gelar," ujar Adrianus, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (9/11/2016).
Ia mengatakan, gelar perkara seharusnya dilakukan secara tertutup dan hanya diikuti pihak terkait.
"Kalau sudah ada gelar, gelar harus tertutup. Gelar harus terkait dengan pihak-pihak yang menjalankan fungsi kepolisian. Lalu ada penasihat hukum terlapor dan pelapor. Artinya betul-betul pihak yang terkait dengan perkara," tutur Adrianus.
Menurut dia, polisi belum memiliki dasar yang kuat untuk menghadirkan saksi ahli secara berimbang dalam gelar perkara.
(Baca: Ruhut Dukung Polri Gelar Perkara Kasus Ahok secara Terbuka)
Jika saksi yang dominan dihadirkan mendukung satu kubu tertentu, Adrianus khawatir akan timbul penggiringan opini dalam proses penegakan hukum kasus Ahok.
"Tidak ada ketentuan polisi menghadirkan saksi-saksi yang pas. Itu adanya di persidangan. Jadi, tergantung dengan siapa yang diundang," kata dia.
Hal tersebut, kata Adrianus, berpotensi memunculkan ketidaksepakatan di publik jika gelar perkara dilakukan secara terbuka.
"Dengan kata lain, pasti akan timbul ketidaksepakatan. Ketika ketidaksepakatan itu timbul di ruang rapat, maka bisa dibayangkan bagaimana dengan di luar ruang rapat, di jalan? Keputusannya akan tidak memuaskan segolongan pihak," kata Adrianus.
Untuk menghindari hal tersebut, ia meminta pihak kepolisian lebih berhati-hati jika memutuskan melakukan gelar perkara secara terbuka.
"Dalam rangka gelar itu, kalau polisi enggak berhati-hati, tidak fokus berpegangan pada ada tidaknya hubungan langsung dengan pasalnya, maka polisi akan terbawa pada pendekatan yang dikemukakan oleh ahli," papar Adrianus.
Polri berencana melakukan gelar perkara penyelidikan kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara terbuka kepada media dan sejumlah pihak terkait.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, gelar perkara dilakukan terbuka untuk menghindari kecurigaan adanya intervensi terhadap penyelidikan kasus tersebut.
Boy mengakui bahwa ini kali pertama Polri melakukan gelar perkara terbuka. Biasanya, gelar perkara berlangsung tertutup dan hanya dilakukan bersama kejaksaan.
Namun, penyelidikan ini dianggap pengecualian karena kasus ini menyedot perhatian masyarakat.