JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Miko S Ginting menilai, gelar perkara terbuka yang diwacanakan Kepolisian tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Mekanisme tersebut rencananya digunakan dalam fase penyelidikan terkait kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Miko mengatakan, gelar perkara seharusnya dilakukan pada fase penyidikan, bukan penyelidikan.
(baca: Jokowi: Saya Tidak Akan Lindungi Basuki Tjahaja Purnama)
Ini merujuk pada Pasal 15 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
"Meskipun Pasal 71 Peraturan Kapolri tersebut mengatur tentang gelar perkara khusus untuk perkara-perkara tertentu, tetapi tahapannya tetap pada fase penyidikan dan bukan penyelidikan," ujar Miko dalam rilisnya, Selasa (8/11/2016).
(Baca: Jokowi Akui Instruksikan Kapolri Terbuka Gelar Perkara Kasus Ahok)
Menurut Miko, jika kasus yang melibatkan Ahok belum memasuki fase penyidikan, maka gelar perkara untuk kasus tersebut tidak memiliki dasar hukum.
"Oleh karena itu, pihak Kepolisian perlu terlebih dahulu menentukan kasus ini sudah memasuki fase penyidikan atau belum," ucap Miko.
Miko menuturkan, mekanisme gelar perkara dalam kasus Ahok, khususnya dalam fase penyelidikan, patut dipertimbangkan kembali.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.