JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR telah meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul.
Ruhut disebut menulis kata yang dianggap tak pantas melalui akun Twitter-nya.
Wakil Ketua MKD Syarifuddin Sudding mengatakan, MKD akan melakukan rapat musyawarah untuk menentukan sanksi untuk Ruhut.
"MKD akan melakukan rapat permusyawaratan majelis untuk menentukan apakah kasus ini masuk dalam kualifikasi pelanggaran ringan, sedang, atau berat," ujar Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/10/2016).
"Kalau masuk pelanggaran berat maka akan bentuk panel," sambungnya.
(Baca: Roy Suryo: Pemecatan Resmi Ruhut dan Hayono Tunggu Momentum)
Sudding juga mengatakan, proses di MKD akan tetap berjalan meski mengajukan mundur sebagai anggota DPR.
Ia menanggapi rencana Ruhut mundur sebagai anggota DPR karena ingin berupaya maksimal memenangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebelum pengunduran dirinya diterima, proses di MKD tetap dilanjutkan.
Kasus akan ditutup jika Ruhut sudah tak terdaftar sebagai anggota dewan.
"Sepanjang yang bersangkutan masih tetap sebagai anggota Dewan dan belum mundur secara resmi, masih kewenangan MKD," kata Politisi Partai Hanura itu.
Sebelumnya, Ruhut dilaporkan terkait laporan yang menganggap politisi Partai Demokrat itu menyebut kata-kata kurang elegan di ruang publik dalam akun Twitter pribadinya.
MKD menindaklanjuti laporan Ach Supyadi, seorang advokat dari unsur masyarakat, yang melaporkan Ruhut dengan sangkaan pelanggaran kode etik.
Ruhut dilaporkan terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan kode etik DPR.
Pelapor sempat melaporkan Ruhut ke Bareskrim Polri dan menyampaikan tembusannya ke MKD. Namun, laporan yang saat ini akan ditindaklanjuti MKD ditujukan langsung oleh pelapor.