Kontradiksi rumit seperti inilah yang dialami Sukarno semasa memimpin Indonesia. Sebagai tokoh yang paIing banyak menerbitkan kontroversi pada Abad-20, ia dipuja bagai dewa, dan dibenci seperti bandit, sebagaimana pengakuannya dalam Sukarno Penyambung Lidah Rakyat karangan Cindy Adams.
Kembali ke Sumpah Pemuda, bertalian dengan tumpah darah, mungkin tak ada soal berarti. Tapi perkara bahasa dan bangsa itu, kita punya perkara serius.
Sejak sumpah keramat ini dibacakan, 721 bahasa yang dikandung bangsa kita pelahan punah satu demi satu—lantaran penuturnya lebih memilih berbahasa Indonesia.
Bangsa Indonesia yang dicanangkan Sukarno sebagai kekuatan utama penggerak semangat merebut kemerdekaan, sejatinya adalah metode perjuangan saja.
Sebelum Ben Anderson menyebut gagasan kebangsaan sebagai imagine society (masyarakat terbayangkan), Sukarno sadar betul bahwa Indonesia adalah sebuah imaji baru dari gagasan besar sebelumnya yang bernama Nusantara.
Sebab bila ditilik secara primordial, bangsa terbesar yang purbani dan sejati adalah bangsa manusia. Itulah masalah paling rumit dunia kita sekarang. Kebangsaan manusia mulai pudar. Digerus konsep negara dan agama. Sehingga prinsip dasar kehidupan manusia jadi terabaikan.
Norma, moral, dan etika seolah menguap entah ke mana. Pada titik inilah harusnya para pemuda memulai pijakan langkahnya membangun adab baru. Mereka harus bisa membersihkan diri dari sampah peradaban dan jangan sampai malah menjadi sampah perdaban kita sekarang.
Upaya kritik ini sama sekali tak mengurangi rasa hormat saya pada para tetua bangsa kita. Tapi jika kita sungguh benar menyadari bahwa bahasa mencirikan sebuah bangsa, maka fenomena yang saya sodorkan ini tak bisa dianggap sebelah mata.
Kita perlu memikirkan jalan keluarnya, demi kemaslahatan negara-bangsa Indonesia. Saya doakan para pemuda kita berani membuat sumpahnya sendiri yang revolusioner dan kekinian, agar tak melulu terjebak pada romantisme masa lalu dan keisengan peradaban.
Depok, 25 Muharam 1438 H
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.