Ia memaparkan, individu harus diberitahukan mengenai tindakan penghapusan data yang dilakukan dan diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan terhadap putusan penghapusan data.
Selain itu, penghapusan data pribadi harus dibatasi berdasarkan penentuan jenis-jenis data pribadi yang sah untuk dilakukan penghapusan.
Kemudian, penyedia jasa yang terkait, otoritas publik dan pengadilan harus melakukan pelaporan secara terbuka mengenai keputusan yang berkaitan dengan penghapusan atas informasi pribadi.
"Sejumlah pra-syarat tersebut tidak terlihat di dalam rumusan yang dihasilkan sehingga munculnya pasal ini justru memunculkan kesan, pasal ini sarat dengan kepentingan politik," kata Wahyudi.
Ia menambahkan, dalam negara dengan tingkat impunitas yang tinggi seperti Indonesia, pengaturan seperti ini hanya akan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menghilangkan rekam jejak informasi pribadinya seperti pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu.
Selain itu, belum adanya pemahaman yang kuat tentang data-data yang masuk kategori data pribadi atau data yang bisa diakses publik.
"Adanya rumusan ini juga akan menyulitkan publik untuk mengakses rekam jejak kontestan politik yang akan mereka pilih. Sebab, ada potensi mereka juga akan menghilangkan sebagian rekam jejaknya pada masa lalu," ujar dia.
Adapun soal pengurangan ancaman hukuman penjara terkait kasus pencemaran nama baik, penghinaan, dan sebagainya menjadi di bawah lima tahun, Wahyudi menganggap, hal itu belum menjawab masalah.
Pengurangan ancaman hukuman dilakukan agar tersangka tidak ditahan. Hal itu sesuai Pasal 21 KUHAP bahwa penahanan dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih.
Menurut Wahyudi, aturan baru tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasalnya, saat ini pemerintah dan DPR juga tengah merevisi KUHP.
"Dengan revisi yang demikian, justru materi UU ITE nantinya, selain belum mampu mengurangi berbagai persoalan yang mengemuka hari ini, seperti kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah, juga sangat berpotensi memberikan ancaman kembali terhadap hak atas kebebasan berekspresi di Indonesia, terutama hak atas informasi yang baru kita nikmati dalam beberapa tahun ini," kata Wahyudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.