Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akan Kaji Hak Suara Menteri Sebesar 35 Persen dalam Pemilihan Rektor

Kompas.com - 27/10/2016, 12:34 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji penentuan hak suara Menteri Riset Tekonologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) sebesar 35 persen dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri (PTN).

Hal ini menindaklanjuti adanya indikasi korupsi dalam pemilihan rektor di sejumlah PTN.

"Kami akan diskusi dengan Pak Menteri, mudah-mudahan nanti kalau Pak Menteri datang, ada beberapa yang perlu dibenahi. Apakah porsi yang 35 persen itu terlalu tinggi, nanti kami bicarakan," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Aturan mengenai pemilihan rektor tersebut tercantum pada Peraturan Menristek Dikti (Permenristekdikti) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada PTN.

Dalam pasal 7, disebutkan bahwa dalam penentuan rektor, menteri memiliki 35 persen hak suara dari total pemilih. Sedangkan senat memiliki 65 persen hak suara dan masing-masing anggota senat memiliki hak suara yang sama.

Menurut Agus, besarnya hak suara menteri dalam pemilihan rektor bisa menjadi salah satu celah korupsi.

Hingga saat ini, KPK baru menemukan indikasi korupsi dalam pemilihan rektor di sejumlah PTN. Beberapa temuan tersebut masih dalam pengumpulan bahan dan keterangan.

"Data kami tidak sebanyak Ombudsman, ada di beberapa daerah. Tapi tidak perlu disebutkan, kalau terlalu spesifik nanti mereka malah siap-siap," kata Agus.

(Baca juga: Ombudsman Dapat Laporan Menristek Dikti Perdagangkan Jabatan Rektor)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menilai peraturan 35 persen hak suara menteri tersebut rawan intervensi. Dalam pemilihan rektor, terkadang calon yang terpilih bukan yang memiliki suara terbanyak dari hasil pemilihan internal (senat).

"Karena ada 35 persen hak menteri untuk menentukan. Sehingga nomor tiga sekalipun bisa jadi rektor. Karena menteri punya hak untuk menambahkan nilai," ujar Abdul.

(Baca: Komisi X Sering Ingatkan Menristek Dikti soal Potensi Korupsi pada Pemilihan Rektor)

Abdul menambahkan, baik secara formal maupun informal, pihaknya telah mengingatkan Menristek Dikti bahwa aturan tersebut berpotensi dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.

Sehingga, sebaiknya pemilihan rektor dikembalikan kepada masing-masing kampus.

Jika pemerintah ingin terlibat, maka persentasenya diharapkan tak mencapai 35 persen, yang membuat pihak eksternal kampus menjadi dominan.

(Baca juga: Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor dan Regulasi yang Rawan Intervensi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com