JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi terkait pemilihan rektor di sejumlah perguruan tinggi (PT).
Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo enggan mengungkapkan jumlah perguruan tinggi yang tengah dimonitor.
Jumlah penyidik KPK yang minim, yaitu 92 orang, dinilai sebagai salah satu alasan mengapa kasus ini tak termonitor dengan baik.
"Biasanya perguruan tinggi yang asetnya besar," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Agus juga tak mengungkapkan modus yang dijalankan pada proses pemilihan rektor tersebut.
(Baca: KPK Usut Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Sejumlah PTN)
"Kami sedang dalami. Enggak usah secara detil dibuka. Mudah-mudahan mereka berubah sehingga tidak jadi tangkapan kami," tuturnya.
Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir terkejut mendengar informasi pimpinan KPK. Ia mengaku belum pernah mendengar informasi tersebut.
"Jika memang ada persoalan hukum, silakan KPK masuk," kata Nasir.
Nasir juga meminta KPK ikut mendampingi pemilihan rektor agar prosesnya berjalan transparan di semua PTN.
Secara terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan, ORI sudah menerima informasi dari setidaknya tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, mengenai dugaan suap pemilihan rektor.
Menurut dia, dari informasi itu muncul nama-nama yang sama, yakni petinggi salah satu partai politik serta oknum di Kemristek dan Dikti.
Alamsyah mengatakan, dalam pemilihan di tiga PTN, pemberi informasi mengungkapkan bahwa sudah terjadi penyerahan uang.
"Besarnya bervariasi, antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 5 miliar. Hal yang dikhawatirkan adalah jika kemudian ada kelanjutan berupa brokering (percaloan) proyek-proyek di kampus," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.