JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengimbau agar Undang-Undang (UU) Pemilu yang baru mempertimbangkan aspek keterwakilan.
Salah satunya terkait suara yang kerap hangus karena partai tak lolos parliamentary threshold.
Menurut Zulkifli, konsep parliamentary threshold baik jika untuk menyederhanakan jumlah partai politik.
Konsep itu, kata Zulkifli, menjadi salah satu cara untuk mengonsolidasikan demokrasi di Indonesia.
Namun, menurut Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu, diberlakukannya parliamentary threshold kerap merugikan calon anggota legislatif.
Terkadang ada calon yang mampu memperoleh suara terbanyak dan semestinya lolos ke parlemen, namun gagal karena partainya tak memenuhi parliamentary threshold yang pada pemilu lalu ditetapkan di angka 3,5 persen.
"Itu kan tidak adil juga rasanya, orang yang mestinya lolos dan membawa aspirasi konstituen yang telah memilihnya namun dinyatakan gagal karena partainya tidak lolos," kata Zulkifli saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Zulkfili menilai semestinya setiap suara di pemilu harus dihargai sebaik mungkin dengan tidak menghanguskannya.
Ia menyatakan hal itu bisa diantisipasi dengan menghapus sistem parliamentary threshold.
Dengan dihapuskannya parliamentary threshold, Zulkifli menyarankan, nantinya pembentukan fraksi tak perlu didasari atas keanggotaan partai politik, tetapi berdasarkan pilihan untuk berkoalisi atau beroposisi.
"Itu menurut saya lebih adil karena suara tidak hangus dan pembentukan fraksi pun bisa jelas, mau koalisi atau oposisi, jadi aspirasinya tetap terkonsentrasi. Dengan begitu prinsip-prinsip demokrasi tetap terjaga," lanjut Zulkifli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.