JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat diundang untuk menjadi pembicara dalam Festival Konstitusi dan Antikorupsi yang digelar di Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (24/10/2016).
Namun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mempertanyakan kepantasan Arief untuk berbicara di festival tersebut.
Menurut Emerson, sebagai Ketua MK, Arief pernah melanggar etika dan dijatuhi sanksi etik karena skandal Memo Katabelece.
Dalam skandal itu, Arief sebagai Ketua MK pernah mengirim pesan kepada Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Widyo Pramono.
Di memo tersebut, Arief menitipkan saudaranya bernama Zainur Rochman, yang merupakan Jaksa untuk "dibina".
"Kami mempertanyakan kehadiran Ketua MK sebagai pembicara yang bahas soal konstitusi dan Pemberantasan Korupsi," kata Emerson melalui keterangan tertulisnya, Minggu (23/10/2016).
Selain soal memo ketebelece, Emerson menilai, sejumlah putusan MK di era kepemimpinan Arief justru tidak pro pemberantasan korupsi.
"Pertama, perluasan objek praperadilan seperti penetapan tersangka jadi objek praperadilan. Tersangka kasus korupsi PT Chevron," kata dia.
Kemudian, MK juga memenangkan gugatan uji materi bahwa mantan napi, termasuk napi kasus korupsi, dapat ikut pilkada.
"Mantan terpidana korupsi dapat mengikuti Pilkada Aceh, pemohon Abdullah Puteh," kata dia.
Ketiga, terkait larangan Jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan berkekuatan hukum tetap.
Pemohon dalam uji materi ini adalah istri Djoko Tjandra. Keempat, lanjut Emerson, penghapusan pidana permufakatan jahat yang diajukan oleh Setya Novanto.
Desakan Mundur
Sementara itu, di laman www.change.or.id, sekitar 10 ribu orang menandatangani desakan agar Arief mundur sebagai hakim konstitusi.
Diakses pada Jumat (23/10/2016) pukul 17.59 WIB, sebanyak 10.799 orang mendukung Arief mundur dari MK.
Publik yang menandatangani petisi ini Arief telah melanggar kode etik hakim MK. Itu terkait memo/katebelece yang ditulis oleh Arief sebagai Ketua MK kepada Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Widyo Pramono.
Perbuatan tersebut dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat yang selama ini berjuang menghapus praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia.
Tidak hanya itu, Arief dianggap telah melakukan kebohongan publik.
Pasalnya, Arief membantah di media massa dan mengaku tak pernah meminta tolong.
Padahal dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik Mahkamah Konstitusi, Arief mengakui dengan sadar menulis dan mengirim memo/katebelece tersebut.
Petisi yang ditujukan langsung kepada Arief ini dibuat sekira enam bulan lalu. Petisi didukung oleh sejumlah peneliti, pengamat, serta berbagai kalangan
Dikutip dari harian Kompas, Anggota Dewan Etik MK, M Zaidun, membenarkan adanya sanksi etik kepada Arief.
(Baca: Buat Surat Titipan ke Jamwas, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik)
Untuk diketahui, di dalam katabelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.