Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teror di Cikokol dan Fenomena "Lone-Wolf Terrorism"...

Kompas.com - 21/10/2016, 07:25 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi Sultan Azianzah (22) alias SA yang membabi buta menusuk polisi di Cikokol, Tangerang, Kamis (20/10/2016) kemarin, merupakan fenomena 'lone-wolf terrorism'.

Demikian diungkapkan pengamat terorisme Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya.

"Tindakan SA lebih tepat sebagai fenomena 'lone-wolf'. Aksi kekerasan yang dia lakukan adalah inisiatif pribadi," ujar Harits kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Kamis malam.

Istilah 'lone-wolf' adalah sebutan bagi mereka yang melakukan aksi teror seorang diri.

Aksi itu merupakan inisiatif pribadi atau tidak didesain oleh kelompok tertentu.

Di tengah melemahnya kelompok ekstrem di Indonesia, Harits menganggap sosok 'lone-wolf' ini menjadi ancaman baru.

(Baca: Terorisme Dinilai Tetap Menjadi Ancaman Nyata)

Pemicu mereka melakukan aksi teror bukan hanya didominasi penegakan ideologi, tetapi juga dilatari persoalan pribadi atau keluarga.

"Tidak selalu keyakinan yang beku. Soal perut yang lapar juga bisa mendorong seseorang melaksanakan aksi teror. Atau karena kondisi labil dan depresi, bisa saja seseorang melakukan aksi nekat," ujar Harits.

"Keyakinan yang dia (Sultan) pahami kemudian menjadi legitimasi tindakan yang dia lakukan," lanjut dia.

Berkaca pada rekam jejaknya, Sultan merupakan anak yang cerdas semasa sekolah.

Ia juga aktif dalam beladiri ilmu silat. Kedua kakaknya anggota polisi, salah satunya anggota satuan narkoba, dan satu lainnt polisi Lalu lintas.

Namun, Sultan memiliki karakter yang keras. Saat mengikuti kegiatan pondok pesantren di Ciamis, ia sempat bergabung kelompok kajian di wilayah tersebut.

Catatan Harits, kelompok Ciamis mempunyai figur sentral, yakni Ustaz Fauzan Al Anshori.

"Beliau sudah meninggal dan semasa hidupnya, Beliau ini berafiliasi pada kelompoks ISIS," ujar Harits.

Pada Februari 2016, pondok pesantren Ustaz Fauzan bubar.

Para pengikutnya kemudian berpencar. Bahkan, ada yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atas dugaan terlibat aksi teror di sejumlah tempat di Indonesia.

"Mungkin saat ini tinggal sekitar lima atau enam orang pengikutnya yang masih berada di luar menyebar tidak jelas," ujar Harits.

Jamaah Daulah Islamiyah

Versi kepolisian, Sultan berafiliasi pada kelompok bernama Jamaah Daulah Islamiyah di Ciamis. Kelompok itu baru terbentuk pada 2015.

Pendiri kelompok itu merupakan pengikut terpidana terorisme, Aman Abdurrahman.

Saat bergabung dengan kelompok itu, Sultan sering menempelkan stiker bertuliskan kalimat tauhid.

(Baca: Pimpinan Komisi I: Teroris Semakin Sulit Ditangani Intelijen)

Kedua kakaknya pun sering mengingatkan Sultan. Ia mulai menolak fakta bahwa dua kakaknya adalah polisi.

"Abang kandungnya sampai minta tolong kepada kawannya sesama polisi untuk memberikan nasehat kepada SA ini. Tapi SA tetap tidak berubah dan semakin resisten pada sosok polisi," ujar Harits.

Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari fenomena 'lone-wolf' di Cikokol ini.

Pertama, masyarakat harus menghindari generalisasi atau tidak mudah mengaitkan sebuah  aksi teror dengan jaringan kelompok ekstremisme.

Kedua, masyarakat dan aparat penegak hukum menghadapi pola teror yang berbeda dari sebelumnya. Hal ini membutuhkan pola pendekatan keamanan yang berbeda pula.

Pelaku tunggal

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, penyidik menduga aksi Sultan dilakukan tanpa koordinasi dengan kelompok radikal.

"Kami belum ada informasi soal keterlibatan pihak lain," ujar Boy, di Kompleks Mabes Polri, Kamis siang.

Kepolisian hanya menduga Sultan merupakan simpatisan kelompok radikal.

Penyidik masih terus menggali keterangan saksi, baik yang ada di tempat kejadian perkara atau orang-orang dekat Sultan untuk memastikan hal itu.

Sultan beraksi pada Kamis pagi. Awalnya, ia menempelkan stiker bertuliskan kalimat tauhid dan berlambangkan kelompok radikal di Pos Lalu Lintas Yupentek, Cikokol, Tangerang Kota.

Aksi Sultan dilarang anggota polisi yang ada di dalam pos tersebut. Mereka adalah Kapolsek Tangerang Komisaris Effendi, Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Inspektur Satu Bambang Haryadi, dan angota Satuan Lalu Lintas Polsek Tangerang Brigadir Kepala Sukardi.

Tidak terima dengan larangan itu, Sultan mencabut golok dan menyerang ketiga polisi itu dengan membabibuta.

Kapolsek Effendi terkena tikaman di dada. Kanit Bambang terkena luka di dada kiri dan punggung kiri. Sementara, Polantas Sukardi terkena luka bacokan di punggung dan lengan kanan.

Polisi sempat melepaskan tembakan ke arah Sultan dan terkena pada bagian kaki. Tiga peluru tembus ke kaki Sultan.

Dari tangan Sultan, polisi menyita barang bukti berupa sebilah pisau, sebilah badik, dua benda yang diduga bom pipa.

Polisi menyebut, bom pipa itu dapat membuat perut bolong. Selain itu, ditemukan juga tas hitam dan sorban putih di dalamnya.

Pelaku sempat dibawa ke RSUD Tangerang untuk menjalani perawatan. Tidak lama kemudian, polisi memutuskan untuk membawa Sultan ke Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kramat Jati.

Namun, pelaku meninggal dunia di perjalanan karena kehabisan darah.

Kompas TV Sedang Cek Bom, Kapolsek Tangerang Justru Ditikam Teroris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com